Nyenye : [Chapter 2] Rewind

Hi guys! This is the 2nd post of today, and the 2nd chapter of Nyenye Series Story! :D 
This Chapter was made by me, and I hope you guys enjoy! 

Check this out!!! :)x

***
[The previous chapter -> Chapter 1 - Hello!]

Chapter 2
Rewind

*Claire Millan Point of View*
          Aku menalikan sepatuku di tepi lapangan sambil menikmati terik matahari siang hari ini. Musim panas kali ini adalah musim panas yang paling panas yang pernah kurasakan di Australia. Setelah tali sepatuku terikat dengan baik, aku langsung berlari ke tengah lapangan. Lapangan sepakbola hari ini telah dipenuhi oleh anggota tim sepakbola putri dan putra sekolahku. Hari ini merupakan hari wajib latihan sepakbola di IAB, terutama dalam rangka mempersiapkan turnamen akhir musim panas nanti.
                “Miss Millan, kenapa kau terlambat?” tanya Mrs. Sam kepadaku. Amarahnya tergambar jelas pada raut wajah merahnya.
                    “Maaf, pelatih. Saya harus mengerjakan tugas biologi terlebih dahulu,” jawabku asal.
               “Apapun alasannya kau tetap saja dihukum. Lihat dirimu, Claire. Kau adalah kaptennya, kau bahkan datang paling terakhir hari ini!” bentaknya sambil mengarahkan jarinya ke sekumpulan teman satu timku yang sudah mulai pemanasan. Sepertinya, aku sudah terlambat telak hari ini, “lari keliling lapangan 10 kali, lalu gantikan Kate untuk pemanasan.”
                “Baik, Pelatih,” ujarku lalu mulai berlari keliling lapangan sekolahku yang luasnya 2 kali lebih besar daripada Wembley Stadium di London.
                Ini semua gara-gara Nyenye! Siapa lagi kalau bukan cowok-galau-yang-sedih-karena-ditinggal-sahabat-terkasihnya itu. Seusai pelajaran Biologi yang kebetulan menjadi pelajaran terakhirku hari ini, Nyenye memintaku dan beberapa teman lainnya untuk mendengarkan curhatannya. Aku hanya butuh di dengarkan katanya. Ironisnya, dia bercerita lebih dari 30 menit kepada kami dan entah dia bercerita tentang apa. Aku tak bisa sepenuhnya mengerti apa yang ia bicarakan tadi, terutama karena tiba-tiba dia menjadi sosok melankolis yang tidak bisa kehilangan sahabat dari kecilnya itu. Mungkin itu masalahnya, dia menyukai sahabatnya namun ditolak. Um.. sepertinya tidak mungkin, deh. Setahuku, sahabatnya hanya satu yaitu Gareth, dan dia adalah seorang laki-laki. Jangan kau bilang kalau dia itu…
                “Claire?” ujar seseorang yang tiba-tiba membalap kecepatan lariku. Ternyata, dia adalah Nyenye! Umur panjang, deh.
                “Ngapain kamu disini, Nye? Masih belum puas aja ceritanya? Lihat ini, aku mendapat hukuman lari 10 kali mengelilingi lapangan ini! Kau belum puas juga?” tanyaku sambil menyebar amarah yang luar biasa kepadanya. Asal tahu saja, aku memang begitu sebal dengannya karena hal ini. Karenanya aku mendapat hukuman yang baru aku terima 1 kali selama aku menjadi kapten sepakbola perempuan sekolahku dan mendapat tekanan batin dari Mrs. Sam dan teman-teman satu tim. Oke, itu memang terdengar hebat.
                “Idih, baru dipanggil aja udah emosi,” katanya sambil berusaha untuk terus mengejarku berlari.
                “Kamu sih!” ujarku lagi sambil berlari lebih kencang lagi supaya tidak dapat dibalap oleh Nyenye.
               “Ayolah, aku hanya butuh di dengarkan. Lagipula apa salahnya sih cerita gitu?” tanyanya dengan tanpa perasaan berdosa.
                “Boleh sih boleh, Nye! Cuma satu masalahnya, kamu cerita lebih dari setengah jam padahal kau dan aku ada latihan sepakbola hari ini dan kau tentu tahu jika kita akan dihukum kalau terlambat!” kataku sambil sedikit menahan amarah. Bocah malang ini juga memang kasihan kalau dimarahi, terutama karena suasana hatinya yang – kelihatannya – sedang tidak karuan. Sabar, ya, Nye.
                 “Iya, iya, maaf.”
             Sepertinya kami mendapat hukuman yang sama hari itu, 10 kali keliling lapangan ini rasanya bagaikan satu abad berlari mengelilingi bumi. Kakiku sudah lemas, namun jika aku berhenti, aku akan mendapatkan hukuman yang lebih mengerikan lagi.
                “Eh, eh. Kau tahu siapa anak baru itu?” tanya Nyenye tiba-tiba setelah kami telah berlari  – menurut perhitunganku – sebanyak 5 kali. Baru setengah jalan, namun kakiku rasanya mau patah.
                “Tentu tahu.”
                “Siapa namanya?”
                “Jeanne,” jawabku, “tumben banget, sih kau ingin tahu sekali anak baru. Kalau suka sama dia, sudah ajak saja kenalan, ketemuan, dan tembak.”
                “Ih, siapa juga yang suka dengan anak baru itu,” Nyenye menatapku sinis, “dia itu, kan pacar Gareth.”
                “Oh, kamu cemburu?” tanyaku sambil tertawa jahat. Huahahaha!!
                “Tentu tidak!!” Nyenye kesal melihatku, “dia telah membuatku jadi merasa kesepian dan tak punya teman. Huh, sebenarnya kau mendengarkan atau tidak sih ceritaku tadi?” Nyenye bertambah kesal.
                “Sayangnya tidak. Aku hanya mendengarkan pada bagian kau sedang sedih karena sahabatmu. Sisanya, pikiranku melayang entah kemana,” jawabku santai.
                “Ah, kurang ajar kau, Claire! Kukira kau teman yang baik,” katanya.
                “Hei, aku memang teman yang baik!” ujarku tak terima.
                “Kalau begitu, kau dan teman temanmu berhutang lagi untuk mendengarkan ceritaku,” katanya lagi.
                “Damn it!” kataku kesal. Nyenye tertawa jahat sebelum akhirnya Mrs. Sam mendapati kami berdua cerita sendiri saat mengerjakan hukuman kami.
                “Kau, Claire, harus mengelilingi lapangan ini 2 kali lagi!” ujar Mrs. Sam kepadaku. Aku menunjukkan ekspresi-tidak-terima-atas-tambahan-hukuman-yang-diberikan-Mrs. Sam-kepadaku, namun apa daya, dalam sepakbola kata pelatih harus kita turuti. Setelah sepuluh kali selesai mengelilingi lapangan sekolahku, aku mendapati Nyenye yang menunjukkan ekspresi-mengejek-paling-menyebalkan saat aku mengerjakan hukuman tambahanku. Dasar Nyenye!!
                                                                                ***
                Kami sedang berada di dalam gudang penyimpanan peralatan drama sekolah sore ini. Tepatnya, kami berada di antara gabus-gabus bekas serta beberapa cat air sisa yang dibiarkan terbuka di gudang ini. Kalian harus mengerti bagaimana aromanya, kalau aku tidak sedang bersembunyi sekarang, mungkin aku sudah muntah di tempat ini. Sayangnya, kami – aku, Becky, Lotta, Maureen – benar benar sedang bersembunyi sekarang.
                Kalian tahu kenapa?
                Ini semua karena kejadian tadi siang disaat Nyenye “mengancam” kami untuk mendengarkan cerita galaunya lagi. Oh, kalau boleh jujur, aku sudah tak sanggup mendengarkannya. Aku tak mengerti kenapa, tetapi setiap Nyenye bercerita kepada kami, hal itu pasti tentang Gareth dan anak baru itu, Jeanne. Bukan berarti dia tukang gosip antara hubungan mereka berdua, namun dia merasa galau karena Jeanne telah menggantikan posisinya sebagai teman dekat Gareth. Dia mengaku bahwa setelah Gareth berpacaran dengan Jeanne, Gareth menjadi tidak peduli lagi kepadanya dan dia menjadi sangat kesepian. Sebenarnya, ada yang ingin membantunya supaya tidak kesepian, itu lho si Loiz. Tapi entah karena apa, Nyenye punya dendam yang amat dalam terhadap Loiz. Setiap kali Loiz menyebutkan suatu candaan, Nyenye selalu memiliki hasrat untuk melepaskan sepatunya dan melayangkannya kepada Loiz. Loiz itu lebay, aku tak sanggup lagi kalau harus hidup dengannya akunya. Memang dia begitu sih, tapi sepertinya Nyenye punya dendam yang lebih mendalam dibanding kami semua. Namun untungnya, Nyenye belum pernah menuruti hasratnya untuk melepaskan sepatunya itu.
                Oh iya, aku tahu itu semua karena Maureen, diantara kami berempat yang diajak Nyenye untuk mendengarkan ceritanya, hanya Maureen yang memperhatikan dengan sungguh, sedangkan aku terus melihat ke arah luar untuk memastikan bahwa latihan sepakbola belum dimulai. Berbeda denganku, Lotta justru tidur seperti yang biasa ia lakukan, untung saja Nyenye tidak memperhatikannya. Kalau Becky, dia justru mengukur panjang rambutnya dan memastikan bahwa semua panjangnya sama. Aduh, ada-ada saja!
                Dan seusai latihan yang sangat berat siang tadi, aku dengan segera menggedor pintu asramaku yang berisi Lotta, Becky, dan Maureen. Entah Encun dan Jeanne pergi kemana, namun aku mengajak ketiga orang yang ada untuk segera kabur dari kamar karena sebentar lagi, - aku yakin - Nyenye akan mendobrak kamar kami tanpa ijin dan mengajak kami untuk mendengarkan ceritanya. Aku tahu, kami semua sudah tidak sanggup mendengarkan ceritanya lagi. Berangkat dari hal itu, sampailah kami di gudang penyimpanan peralatan drama sekarang. Ruangan ini sebenarnya cukup besar dan tidak pengap, namun karena banyak cat yang dibiarkan terbuka disini, aromanya jadi sangat tidak enak.
                “Kau yakin kalau Nyenye akan datang ke kamar kita?” tanya Maureen ragu.
                “Aku yakin sekali. Dia sudah bilang kepadaku saat kami latihan sepakbola tadi,” jawabku meyakinkannya.
                “Aku tak mengerti kenapa Nyenye sekarang bisa menjadi seperti ini. Aku tidak ingin mati mendengarkan cerita-ceritanya yang sangat berlebihan,” ujar Lotta, “aku mendengarnya berkata seperti ini saat dia bercerita kepada kita tadi siang : Sinar matahari memancarkan sinarnya yang terang, namun bukan untukku. Ini memang bukan hidupku. Tak ada lagi Gareth yang menyinari hari-hariku, yang selalu mendengarkan keluhku, kesahku, dan dukaku. Aku tahu untuk siapa sinar itu sebenarnya, untuk anak baru yang menjadi pacar Gareth itu. Aku tak mau mati kesepian, aku tak mau mati tanpa Gareth di sisiku, tanpanya sebagai sahabatku. Mengapa?!?! Mengapa ini semua harus terjadi?!?! Hidup ini tidak adil!!!” lanjutnya sambil menirukan gaya bicara Nyenye saat bercerita pada kami tadi siang. Walau Lotta tertidur, dia selalu dapat mendengarkan apa yang lawan bicaranya katakan dengan jelas.
 Percaya tidak percaya, memang begitu cara Nyenye bercerita kepada kami. Kalimat-kalimatnya mirip dengan puisi. Tentu saja, Nyenye sangat ahli dalam bidang bahasa, apalagi sastra. Kalau dia membuat puisi selalu mendapatkan A, mungkin itu yang menyebabkan dia menjadi berlebihan saat ini.
                “Kalimat-kalimatnya lebih terdengar seperti orang homo daripada orang galau,” Becky mencibir. Aku tertawa kencang, Becky benar.
                “Mungkin seharusnya kita memberi saran yang tepat untuknya, supaya dia tidak mengganggu kita lagi,” ujar Maureen bijak.
                Kami semua sepertinya sedang kehabisan saran. Tidak ada saran yang cukup bagus untuk kami berikan pada Nyenye. Malang sekali nasib Nyenye.
                Aku berjalan-jalan mengelilingi ruang penyimpanan drama sambil melihat-lihat perlengkapan-perlengkapan drama yang telah rusak. Di ruang penyimpanan ini terdapat banyak sekali perlengkapan drama untuk pelajaran seni yang kami ikuti, ada puluhan gabus bekas yang sudah tak terpakai, ratusan kaleng cat yang menghasilkan aroma yang tidak sedap, tiang-tiang untuk perlengkapan drama, properti drama, bahkan ada juga pakaian-pakaian untuk drama.
                “Sudah lama aku tidak mengunjungi tempat ini,” ujar Becky sambil melihat pakaian-pakaian untuk pementasan yang menganggur, “tempat ini lebih kotor dan gelap dari terakhir kali aku melihatnya.”
                “Terakhir aku mengunjungi tempat ini saat aku mendapat hukuman untuk membersihkan tempat yang berdebu ini,” kata Lotta. Lotta memang pernah mendapat hukuman untuk membersihkan tempat ini karena bangun kesiangan. Aku ingat benar setelah ia mendapat hukuman, Lotta memarahi kami semua karena tidak membangunkannya. Sebenarnya, kami sudah membangunkannya, namun air dingin sekalipun tidak cukup untuk membuatnya bangun. Maklum, Sleeping Master.
                Tempat ini lebih berdebu dari terakhir kali aku melihatnya, bahkan laba-laba juga mulai membangun beberapa jaring sebagai tempat tinggalnya.
                “Hachuuu..!!” suara orang yang bersin terdengar tiba-tiba. Diantara kami berempat, tidak ada yang mengaku kalau habis bersin. Hingga akhirnya, ada satu penampakan yang muncul dibalik tumpukan kardus di sisi kanan ruangan penyimpangan. Kami berempat sebenarnya sudah berniat lari, namun setelah mengetahui orang itu, kami mengurungkan niat kami.
                Nyenye.
                Manusia yang ingin kami hindari justru berada di tempat yang sama dengan kami. Untuk apa dia disini?
                “Apa yang kau lakukan disini?” tanyaku. Nyenye memasang muka tanpa perasaan bersalah, dia justru bersin terus menerus.
                “Aku sedang bersembunyi!” katanya. Nyenye lalu berdiri dari tempatnya dan membersihkan sisa sisa debu yang menempel pada pakaian yang dikenakannya, “tadi Loiz tiba-tiba mendatangi kamarku dan aku benar-benar kaget. Aku tak sanggup untuk bertemu dengannya, dia hanya akan membuatku frustasi.”   
                “Ayolah, Loiz tak seburuk itu,” Lotta menerangkan.
                “Loiz bercerita padaku tadi di kelas biologi bahwa dia akan mampir ke kamarku untuk menampilkan show komedinya yang pertama, katanya dia bercita-cita menjadi comic*. Setelah berkata demikian, aku langsung frustasi dan merasa hidupku tak akan tentram selama aku tinggal bersamanya,” jelas Nyenye panjang lebar.
                “LOIZ? SHOW KOMEDI?!?!” seru Becky heboh. Tidak mungkin, tidak mungkin ini terjadi! Loiz tidak seharusnya membuat dirinya dipermalukan seperti itu, dia hanya akan menghilangkan kesempatannya untuk berteman dengan Nyenye!
                “Ngomong-ngomong, ngapain kalian kesini?” tanya Nyenye balik. Dor! Tak ada satupun dari kami yang menjawab pertanyaannya. Masa iya, kami harus berkata…
                “Kami berusaha sembunyi darimu karena kau akan bercerita tentang Gareth lagi jika kita bertemu,” ujar Maureen tiba-tiba. Aku terlambat untuk mencegahnya! Hal itu hanya akan memicu Nyenye untuk menyampaikan kata-kata puitis yang sudah tidak ingin kudengarkan lagi. Tuhan tolong!
                Nyenye nampak tak percaya, “Seburuk itukah caraku bercerita?” Nyenye mulai menyalahkan dirinya dan kami merasa sangat bersalah akan hal itu. Bahkan dia sempat berkata bahwa seharusnya dia tidak menerima beasiswa di IAB ini. Tentu itu merupakan hal yang berbahaya apabila Nyenye tiba-tiba keluar dari IAB karena kami tak akan bisa mengerjakan tugas-tugas kami nantinya. Aduh, salah fokus!
                “Bukan begitu maksud kami, Nye! Kau mungkin hanya perlu, ya.. sedikit membuka hatimu dan menerima kenyataan bahwa Gareth sudah mempunyai pacar,” kata Becky bijak. Aku yakin, Becky sedang berusaha memberikan saran terbaiknya, terutama supaya Nyenye tidak keluar dari IAB secara mengejutkan.
                Nyenye hanya diam saja, bahkan dia tak memperhatikan permohonan maaf kami. Dia justru terdiam sendiri. Ah, jangan bilang kalau dia seperti Jeanne, bisa melihat sesuatu yang kasat mata. Gudang ini memang tepat untuk dijadikan lokasi syuting film horor. Tapi, ada sesuatu yang aneh.
                Nyenye malah melihat-lihat salah satu kaset handycam yang ada di rak tua dekat dengan handycam tua andalan sekolah kami. Handycam itu dulunnya kami pakai untuk merekam penampilan kami saat maju di panggung untuk pementasan drama.
                Kami semua terdiam untuk beberapa saat. Mungkin, sebentar lagi Nyenye akan memulai saat-saat flashbacknya dan mulai melontarkan kata-kata puitisnya. Tentu saja kaset handycam itu hanya akan mengingatkannya dengan tahun pertamanya di IAB. Memang – kalau dilihat-lihat, sih – jauh lebih menyenangkan daripada tahun keduanya disini.
                Nyenye menatap kaset handycam itu begitu dramatis. Aku tahu apa artinya, dia akan memasukkan kaset itu kedalam handycam dan akan memutarnya. Aku tahu pasti, hal itu hanya akan membuatnya lebih sedih lagi mengenang masa-masa indahnya bersama Gareth. Memang kalau boleh jujur, Gareth dan Nyenye merupakan sahabat paling langgeng yang pernah kuketahui. Kata Gareth, mereka sudah bersahabat ketika Nyenye datang ke Amerika saat musim panas. Nyenye memang tinggal di Belanda, namun dia lebih senang menghabiskan musim panasnya di Amerika bersama neneknya. Nah, saat itulah dia mengenal Gareth. Setiap tahun, Nyenye selalu menghabiskan waktunya satu bulan bersama Gareth untuk menikmati musim panas di Amerika bersama-sama. Hingga akhirnya, mereka berdua mendaftar dan diterima beasiswa di IAB ini. Mereka menganggap ini merupakan kesempatan emas bagi mereka untuk tinggal bersama dan mengenal lebih dekat lagi. Nyenye pernah berkata bahwa dia menganggap Gareth seperti saudara kembarnya sendiri. Walau sejujurnya aku bahkan tak mengerti apa yang sama dari mereka, namun sudahlah, hal itu hanya akan membuat Nyenye menjadi sedih.
                Nah, sekarang kalian mengerti betapa pentingnya Gareth dalam kehidupan Nyenye, kan?
                Nyenye secara dramatis melakukan apa yang aku kira tadinya. Kami sudah berteriak-teriak untuk mencegahnya supaya tidak melihat rekaman video-video indah saat kelas 7 dulu. Hal itu hanya akan membuatnya tambah bersedih lagi.
                Nyenye, jangan!!!!!!
                                                                                                ***
                Gareth duduk di atas batang rotan yang telah tumbang di tepi Danau Flakes, sedangkan Nyenye mencari kayu bakar untuk dibakar saat api unggun malamnya. Aku dan Lotta menggelar tikar yang sengaja kami bawa dari asrama. Encun dan Becky tampak menyiapkan makanan yang telah dimasak Gareth dan Nyenye di asrama. Walau laki-laki, Gareth dan Nyenye adalah pasangan chef terbaik yang kami miliki di asrama kami. Mereka bahkan pernah dinobatkan sebagai Best Couple Chef pada kelas memasak akhir Bulan November kemarin.
                Maureen masih mencari-cari sinyal sementara kami mempersiapkan hal itu. Curi-curi waktu, ternyata dia melakukan kegiatan yang Ia senangi sejak Ia berada dikandungan ibunya, selfie. Kata Maureen, pemandangan di tepi Danau Flakes sangat epic. Dia tidak akan membiarkan kesempatannya untuk berselfie ria dengan background Danau Flakes.
                Danau Flakes adalah danau yang dimiliki sekolah kami yang terletak di salah satu pulau terpencil di Barat Australia. Pulau ini dimiliki oleh Jerome Paul McLan, pemilik label musik country tersukses di Nashville, Amerika. Pulau ini dijadikannya sebagai bisnis asrama dan sekolah. International Academy Boarding School adalah sekolah pertamanya yang berbasis beasiswa, namun sebagian besar siswanya adalah donatur dari sekolah ini. Siswa yang bersekolah di IAB tidak ada yang asli berasal dari Australia, justru berasal dari negeri lain.
Aku contohnya, aku berasal dari Manchester, Inggris. Sebenarnya sekolah di IAB ini bukan keinginanku. Ini semua disebabkan oleh orang tuaku yang menjadi salah satu donatur (yang tak seberapa besar daripada donatur-donatur lannya) di sekolah ini. Alasan aku menerima beasiswa ini adalah karena adanya tim sepakbola perempuan yang terkenal unggulan di Australia, bahkan tahun lalu, tim sekolah ini menjuarai Girl U-17 World Championship. Selain itu, alasan lainnya adalah karena adanya akses beasiswa yang mudah untuk masuk ke Julliard Junior Music School di Amerika. Murid-murid yang mengikuti kelas musik di IAB setiap tahunnya di seleksi untuk masuk ke Julliard Junior Music School, dan aku ingin sekali melanjutkan sekolahku disana. Kesukaanku pada musik dan sepakbola lah yang membawaku ke sekolah ini.
Hari ini adalah hari Minggu bebas di asrama kami, artinya, kami boleh keluar asrama dan menikmati pemandangan serta keindahan alam di pulau kecil ini. Kami suka untuk menghabiskan waktu di tepi danau Flakes atau berkunjung ke peternakan sekolah kami. Kalau diijinkan, kadang kami juga berkuda mengelilingi pulau kecil ini. Jujur, tinggal di pulau kecil ini memang menyenangkan.
Kami duduk di tepi Danau Flakes sambil menikmati keindahan di sekitar danau. Walau hanya duduk-duduk sambil berbicara tentang hal sana-sini, kami begitu senang dapat pergi ke luar asrama. Maklum, namanya juga anak asrama, tentu pergi keluar asrama merupakan hal yang begitu menyenangkan bagi kami. Kami merupakan teman baik sejak kami mendapat kelas yang sama pada setiap mata pelajaran – ajaib bukan? Mungkin, kami bisa dikatakan sahabat, mungkin lho!
“Ini adalah perasaan terbaik yang pernah kurasakan,” ujar Nyenye tiba-tiba sambil menikmati keindahan alam, “menikmati pemandangan paling indah bersama teman-teman dan sahabatku sejak kecil, Gareth!”
“Berada di luar asrama memang menyenangkan, Nye,” ujar Encun sambil melahap sandwich lezat buatan Gareth dan Nyenye.
“Persahabatan memang lebih berharga daripada apapun, kau bisa melakukan apapun dengan mereka,” kata Maureen bijak.
Kami semua tersenyum. Nyenye benar, persahabatanlah yang membuat kami semua kerasan berada disini, aku juga merasa beruntung dapat berada disini dengan pengalaman terbaik, teman terbaik, dan semuanya yang terbaik.
“Aku tak dapat membayangkan jika nantinya salah satu dari kita sudah mempunyai pacar, gimana ya rasanya?” tanya Lotta tiba-tiba. Kami semua menatap ke arah Lotta sebelum akhirnya Lotta memberikan tatapan-tanpa-merasa-bersalahnya.
“Masa bodoh dengan pacaran, persahabatan jauh lebih penting daripada itu!” kata Gareth tegas. Kami semua sepertinya mengharapkan hal yang sama, tak ingin merubah segala yang indah ini. Kami tetap ingin seperti ini saja.
“Kalian berjanji akan selalu menjadi teman yang baik, kan?” Nyenye meyakinkan seperti takut kehilangan kami. Kami semua tersenyum dan meyakinkannya bahwa kami akan selalu bersama-sama. Always, and forever.
                Everyone is going to change. Through that change, you’ll find out who your true friends are and who’s gonna turn and runaway.
                Film by : Lindsay Ong
                                                                                                                ***
Film telah selesai diputar dan kami menunggu reaksi Nyenye setelah selesai melihatnya. Kami bahkan telah bersiap – siap untuk menutup telinga kami karena kami sudah trauma dengan kata-katanya yang puitis itu.  
                Ia memutar balik badannya, dan….

                “Sepertinya, Gareth bukanlah sahabat sejatiku yang sebenarnya,” ujarnya. 

TO BE CONTINUED

***

Then, how's the story? I hope that's good and cool enough :D
Please don't mind to give some comments, okay?

Oh, and please wait for the 3rd chapter which is going to be made by Sekar. 

That's all! Thank you and... BYE!!!

Comments

  1. Abis ini yang buat sekar tho lin?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Antara kamu atau sekar feb. Tapi kalau sekar belum pulang lebih baik kamu aja biar cepet :D

      Delete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More