But Chocolate...

Pertama-tama, aku mau minta maaf sebelumnya karena udah lama banget enggak ngeblog. Dan secara, ini adalah postingan pertamaku di tahun 2014 (cukup parah memang).

Kedua, terima kasih atas semua kritik dan saran yang udah temen-temen berikan. Itu sangat membantu dan mendukung banget. Dan mulai sekarang, semoga postingan-postinganku bisa lebih variatif dan bermanfaat bagi para pembaca yaa :D

Btw, sebentar lagi Valentine's Day nih. Kemarin, OSIS memberikan kepercayaan ke aku untuk membuat cerpen untuk madingnya OSIS yang bertema valentine. Kali ini, aku akan nge-share tentang cerpenku itu. Tapi perlu diketahui ini adalah naskah aslinya, sedangkan yang dipasang di mading OSIS sudah dalam bentuk editan dan lebih singkat.

So, check this out :D

***



Coklat lagi coklat lagi. Valentine tinggal menghitung hari tapi aku masih tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Valentineku setiap tahunnya terkesan biasa saja, sama seperti hari-hari yang lainnya, tidak ada yang spesial. Membagi-bagikan coklat kepada teman-teman, mengucapkan selamat hari valentine, bertukar-tukar bingkisan kepada teman-teman, memakai baju berwarna merah atau pink, dan hal-hal absurd lainnya yang terjadi saat valentine. Valentine itu membosankan, maksudku iya sama saja. Kalau orang-orang bilang hari valentine adalah hari yang special menurutku tidak sama sekali.
                Orang-orang bilang Hari Valentine adalah hari kasih sayang. Konyol! Orang asing tetap menjadi orang asing, musuh tetap menjadi musuh, orang yang tidak kita kenal tetap menjadi orang yang tidak kita kenal. Kalau memang begitu faktanya, Valentine hanya untuk orang yang kita sayangi saja? Orang tua, guru, sahabat, pacar, gebetan, dan orang-orang spesial lainnya? Lalu bagaimana dengan orang asing, mereka yang kesepian, apalagi musuh kita? Apa arti sebuah coklat kalau Valentine itu tidak universal? Ah benar, Valentine sejatinya konyol sekali.
                                                                                                ***
                Alice menepuk pundakku dan mengagetkanku dalam lamunanku,”Ngapain ngalamun?”. Aku bingung dibuatnya,”Tidak apa-apa.” Alice tersenyum kecil dan sepertinya mengetahui kebohonganku,” Pasti ada apa-apa.” Aku diam saja, tak ingin membalas kata-katanya yang perhatian kepadaku. Iya, memang terjadi apa-apa dengan diriku saat ini.
                “Sebentar lagi valentine lho,” dia mengalihkan pembicaraan dan berharap dirinya dapat menghiburku. Kau gagal, Alice. “Apa arti valentine kalau tak ada apapun yang special di hari itu?” aku mengerutkan keningku. Alice hanya tertawa kecil, “Tentu saja pasti ada yang special dengan hari valentine, kalau tidak special tentu saja tidak akan ada hari dimana semua orang bertukar-tukar coklat.”
                “Buktinya tidak ada yang special dari valentine yang kujalani setiap tahunnya, tidak ada hal yang dapat membuatku merasa bahwa Valentine adalah hari yang special, Lice!”aku mengeluh lagi. Udara siang itu begitu segar, kami sedang berada di depan koridor kelas sembari menunggu di jemput. Alice orang yang penyabar, dia sering mendengarkan keluhanku. Dia begitu dewasa dan bijak, tak seperti anak-anak berumur 14 tahun umumnya, labil, kebanyakan bicara, kebanyakan mengeluh, seperti aku saja!
                “Kalau kamu merasa tak ada yang dapat membuat hari Valentine-mu special, artinya kau yang harus membuatnya!” Alice tersenyum lebar ke arahku. Oh Tuhan, aku benar-benar beruntung memiliki teman baik sepertinya. “Maksudmu, aku membuat hari Valentine-ku sendiri supaya menjadi special?” tanyaku kepadanya. Dia mengangguk mantap. Layaknya sinar yang ada di saat kegelapan (pengandaian yang terlalu berlebihan memang), Alice menyejukkanku!
                “Terima kasih Alice! Memang Cuma kamu yang mengerti aku!” aku melonjak girang.  Ah oke aku mengerti bahwa ini terlalu berlebihan. Mobil jemputanku sudah tiba, waktunya pulang. Thanks Alice!
                                                                                ***
When you try not to look at me
Scared that I’ll see you hurting
You’re not hiding anything
But frankly is got me worried

                Aku mendengarkan lagu milik Hunter Hayes, Cry With You, lagu yang terlalu melankolis untuk didengar di malam hari yang dingin. Aku menarik selimutku, malam ini aku masih kepikiran dengan apa yang Alice katakan kepadaku siang tadi, Kalau kamu merasa tak ada yang dapat membuat hari Valentine-mu special, artinya kau yang harus membuatnya. Begitu mencerahkan! Aku rasa aku harus mencobanya!
Sudahkah kau kuceritakan tentang temanku? Oh, mungkin tepatnya orang asingku? Yap! Dia adalah teman yang baik bagiku, dulunya. Namun sekarang, entahlah aku tidak terlalu yakin apakah dia masih menganggapku teman atau tidak. Benar sekali, seburuk itu! Ini semua terjadi karena sebuah kesalahpahaman konyol dan tak masuk akal. Aku perempuan dia laki-laki. Kami berteman dekat dulu. Bodohnya, bagaimana bisa teman-teman mengira bahwa aku mencintainya? Iya, aku memang mencintainya namun sebagai teman dan sahabat yang baik. Yang lebih buruk lagi adalah hubungan kami jadi menjauh setelah itu. Kami tidak pernah berbicara lagi semenjak hal itu terjadi. Setiap bertemu semuanya terasa seperti kami tak pernah saling mengenal. Kami seperti orang asing yang belum saling mengenal sebelumnya. 
 Oh konyolnya! Bagaimana mungkin? Itu semua sungguh sangat konyol! Memang tidak bisa seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadi sekedar teman dan sahabat yang baik?
Tiba-tiba terpikirkan seperti itu. Ah khayal! Tidak mungkin aku harus meminta maaf kepadanya dengan berbicara secara langsung! Aku tak akan berani untuk berbicara kepadanya!
Tapi, sepertinya, valentine merupakan saat yang tepat untuk meminta maaf dan menjelaskan segalanya yang mengganjal di hatiku selama ini. Ah, lama-lama ini semua seperti cerita-cerita FTV itu! Tidak mungkin aku harus sengaja menabraknya, lalu bukunya berserakan jatuh. Setelah itu, aku membantu mengambil buku-bukunya dan tak sengaja memegang tangannya. Hiii!! Itu sungguh menjijikkan, sungguh ide yang buruk!
Apakah ada ide lain? Yang masih masuk akal dan mungkin dilakukan? Tanpa harus berterus terang kepadanya secara langsung? Oke, kalian perlu tahu seberapa penting hal ini bagiku. Iya, bodohnya aku! Sudah hampir 2 tahun kami berlagak seperti orang yang tak pernah saling mengenal, padahal kami benar-benar dekat dulunya! Aku benar-benar ingin meminta maaf kepadanya, ini semua cuma karena kesalahpahaman saja dan aku tak percaya dia sebegitu marah kepadaku. Dia tak pernah membalas pembicaraanku di chat, tak pernah mengerti kalau ini cuma kesalahpahaman saja, dan terutama tak pernah ingin berbicara kepadaku lagi (kecuali saat hari itu, oke lupakan)
Jadi, kalian mengerti bagaimana pentingnya ini bagiku sekarang? Benar! Ini benar-benar penting! Aku tidak akan melewatkan saat valentine ini untuk meminta maaf kepadanya atas semua kesalahpahaman dan hal-hal konyol yang telah kulakukan kepadanya! Mungkin, dengan aku meminta maaf kepadanya, hubungan kami bisa membaik dan kembali seperti semula dan perasaan mengganjal ini akan hilang.
Aha! Akhirnya aku mengerti! Bagaimana jika aku mengirimkan surat kepadanya? Oke, ini memang terdengar konyol, murahan, dan benar-benar penakut. Ah, tapi aku rasa hanya ini jalan terakhir yang dapat kulakukan, bertindak seolah tak ada yang terjadi di depannya padahal aku mengirimkan surat lewat jasa pengiriman valentine di sekolah. Tapi, tak apa, walaupun terkesan konyol, yang penting aku telah mengirimkan surat ini kepadanya.
Malamnya, aku langsung menulis surat itu untuknya.
Keesokan harinya, diam-diam, dengan mengawasi kanan kiri untuk memastikan bahwa tak seorangpun melihatku, aku memasukkan surat yang dibalut dengan amplop putih itu ke dalam kotak surat jasa pengiriman valentine.
                                                                ***
Banyak coklat yang kubagikan hari ini. Lihatlah, benar bukan pernyataanku? Hari Valentine sama saja seperti hari yang biasa-biasanya. Kegiatan belajar mengajar di kelas dan dilanjutkan dengan bagi-bagi coklat. Hari ini kami semua memakai baju bertema valentine, kalau tidak pink ya merah. Persis seperti dugaanku. Tidak ada yang spesial, biasa saja. Coklat-coklat menumpuk di tasku.
Alice serta teman-temanku lainnya juga sudah pulang, jemputanku pasti terlambat menjemputku. Seperti biasa, aku menunggu di depan koridor kelas. Sekolah sudah sepi. Ah, bukannya menjadi hari spesial justru jadi hari yang sial. Pertama, aku lupa membawa hadiah untuk tukar kado di sekolah, alhasil aku tidak mendapatkan hadiah apapun hari ini. Kedua, aku sedang sakit gigi hari ini! Sial sekali, aku tidak bisa makan coklat! Ketiga, jemputanku terlambat dan sekolah sudah sepi sekarang, serasa seperti orang hilang. Valentine yang benar-benar sial!
Dug! Seseorang menepuk pundakku dengan lumayan keras. “Aww!!” sentakku kemudian. Aku berpaling ke arah sang penepuk pundakku, jangan Alice lagi, dia sudah sering membangunkanku dari lamunanku.
“Hah?!” aku kaget, kaget se kaget-kagetnya orang bisa kaget. “Aku tahu surat itu dari kamu,” katanya pelan, suaranya lebih rendah dari terakhir kali aku mendengar suaranya sedekat ini. Kalian tahu siapa dia?
“Oh, baiklah. Sudah baca?” tanyaku salah tingkah. Ini biasa disebut sebagai Awkward Moment. “Tentu saja sudah,” dia berlagak santai saja. Kami terdiam beberapa lama. Tentu saja, aku tidak tahu hasilnya akan menjadi seperti ini, se salah tingkah begini, apalagi sedekat ini. Padahal, aku saja benar-benar takut untuk berbicara dengannya.
“Udah deh, gak usah sok-sok an misterius gitu. Udah jelas aku tahu kalau itu dari kamu,” kata dia memojokkanku. Sial! Memang rencanaku sih supaya lebih kelihatan misterius, tapi GAGAL TOTAL!
“Bagaimana kamu bisa menyimpulkan kalau surat itu dari aku?” tanyaku lagi. Dia tersenyum kecil, lumayan manis, tak seperti dulu. “Bagaimana aku bisa tidak tahu kalau ada tertulis di surat itu  Now I’m standing alone in a crowded room and we’re not speaking. And I’m dying to know is it killing you like it’s killing me?’ Yea, it kills me,” jawabnya sambil menjelaskan.
“Oke, sekarang aku sudah lelah untuk berpura-pura, ini semua cuma sekedar salah paham dan aku enggak pernah berharap kalau ini semua bisa terjadi. Aku bener-bener gak mau kalau akhirnya kita jadi canggung gini apalagi…” kataku panjang lebar namun..
“Aku mencintaimu, sebagai sahabat yang paling baik yang pernah ada,” Oh Tuhan, kalian mengerti bagaimana rasanya? Ini perandaian yang berlebihan lagi, rasanya kayak ada batu di hati hilang seketika (yang ini lebih absurd). Tidak seperti biasanya, mungkin karena kami sudah lama tak berhubungan, dia menjadi begitu manis. Ah, betapa berlebihannya ini!
Aku menunduk pelan, “Aku gak tega biarin pertemanan kita hancur karena kabar konyol itu. Jadi, kau memaafkan aku kan?” aku meyakinkan dia lagi. “Bukan salahmu. Yang penting jangan pedulikan mereka yang tak mengerti tentang kita.” Aku tersenyum lebar. Dia tersenyum ke arahku.
“Kalau gitu, mana coklat untukku?” candanya. Aku tertawa kencang, “Aku punya banyak di tas. Ambil saja kalau kau mau, aku sedang sakit gigi jadi aku tidak bisa makan coklat banyak-banyak,” jawabku. Dia tertawa lagi.
“Kamu yakin tidak mau satu coklat lagi?” tanyanya sambil tertawa. Dia lalu memberikanku coklat yang dibungkus rapi dengan kertas parcel dan ada kartu ucapan kecil. Tertulis di kartu ucapan kecil itu “Aku memaafkanmu.” Aku tersenyum lebar, “Aku tidak akan keberatan untuk menerimanya.”
Alice benar, mungkin aku yang seharusnya membuat valentine ku setiap tahun supaya spesial.

***

Yap, kalian boleh banget buat kasih comment dibawah ini :D
Semoga cerpen kali ini bermanfaat ya :))
Thanks and Happy 2 days before Valentine Day!

Comments

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More