Diam Saja.

Belum seberapa lama kita baikan, kamu menjauh lagi.
Belum seberapa lama semuanya kembali normal, kamu sepertinya mulai membenciku kembali.
Namun, satu hal yang tak kau tau.
Aku yang terlihat diam saja saat bertemu denganmu.
Aku yang terlihat acuh-tak-acuh saat berpapasan denganmu.
Aku yang tak pernah mau mengakui kebenarannya tentang hal itu.
Aku yang tak pernah berbicara kepadamu lagi.
Aku yang begitu kau benci dan kau jauhi.
Aku yang terlihat biasa saja melihat sikapmu kepadaku.
Selalu mengeluh mengapa hal buruk ini dapat terjadi.
Selalu bertanya "Bagaimana perasaanmu jika kamu menjadi aku?" Kepada semua orang, hingga mereka begitu bosan mendengarkannya, saat aku telah menyia-nyiakan kesempatan yang begitu indah.
Selalu merasa bodoh ketika kamu  hanya membaca chat ku dan tidak membalasnya.
Selalu mendengarkan lagu bergenre galau yang kuputar berulang-ulang karena kamu selalu mengabaikanku.
Selalu tak pernah berani untuk menunjukkan bahwa semuanya itu memang benar.
Selalu menjawab jawaban lainnya yang bisa ku-lanturkan saat bermain truth-or-dare bersama teman-temanku.
Selalu salah tingkah di saat kamu lewat, atau bahkan mungkin melihatku.
Selalu berdoa kepada Tuhan, supaya paling tidak kita bisa akrab seperti dulu lagi, tanpa merasa canggung sama sekali.
Selalu mengalihkan perhatian saat temanku membicarakan hal tentang kamu.
Benar, hal itu memang tak pernah terlihat jelas di matamu.
Ya, kamu!
Teman yang sangat-sangat berarti buatku.
Teman yang dulu selalu memberikan ejek-ejekan keren yang tak masuk akal.
Teman yang pertama kali memberitahuku tentang tokoh yang begitu hebat.
Teman yang punya kesamaan hobi.
Teman yang selalu nyambung saat kuajak bicara.
Teman yang begitu dekat.
Teman yang sangat asik.
Teman yang selalu dijadikan bahan ejekan dengan sahabatku.
Teman yang sekarang berubah seratus-delapan-puluh-derajat dari yang dulu.
Teman yang selalu mengabaikanku saat ini.
Teman yang sudah lama tak pernah saling bicara lagi.
Teman yang sudah seperti tidak pernah kenal saat kita bertemu.
Teman yang sudah lebih dewasa daripada dulu.
Teman yang suaranya jauh lebih berat ketimbang dulu-yang suaranya mirip sinden.
Teman yang sudah memiliki banyak teman baru.
Teman yang tidak pernah menganggapku ada.
Teman yang (mungkin) tak pernah memperhatikan tulisanku yang dibuat untuknya.
Teman yang sehari bisa begitu baik, namun sehari setelahnya dapat membuat sakit.
Teman yang begitu aneh, begitu berbeda dari lainnya.
Teman yang bisa kujadikan teman karena... ah! Aku bahkan tak tau alasannya kenapa aku menganggapmu teman.
Teman yang sepertinya, mungkin kita memang bukanlah seorang teman. 
Aku tidak tahu mengapa kita bisa menjadi secanggung ini.
Aku bahkan tidak mengerti alasan kamu tak pernah menganggapku ada. Apa mungkin aku memang tidak terlihat, khusus untukmu?
Aku bahkan tak pernah membayangkan mengapa semua ini bisa terjadi.
Aku bahkan tak pernah mengharapkan pertemanan kita bisa menjadi secanggung ini.
Sudahlah!
Yang penting, kau mengerti maksudku kan?
Ya, memang aku hanya diam saja.
Tapi bukan berarti aku sebenarnya ingin diam, namun sungguh aku tidak punya cukup nyali untuk membahas ini denganmu.
Ya, hanya ini yang bisa kulakukan.
Bersikap cemen dengan menuliskan semua hal tentangmu disini.
Memalukan memang!
Tapi memang sepertinya, aku hanya bisa diam saja.
Hingga kamu, kamu kembali berubah. Sama seperti dulu lagi.

Comments

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More