Nyenye : [Chapter 12 (Pt. 1)] Spending The Time
Hello guys! ^^
I'm sorry that I didn't post for a long time. It happened because of the mid term test and we had to study hard for that :3
Oh well, this is the 12th chapter of Nyenye, it was made by Febby. Let me tell you that we're so close to the ending. But just enjoy it, and we hope you really like it! :D
***
The previous chapter → Chapter 11 - The Power of Love
Chapter 12 - Part 1
Spending The Time
*Lindsay Ong’s Point of View*
Malam semakin larut, namun suara musik tak kunjung menjauh. Gemerlap-gemerlap lampu masih bertebaran di dalam ruangan. Pesta prom memang belum selesai. Walau awalnya pesta direncanakan selesai pukul dua belas, namun nyatanya, sekarang jam tanganku sudah menunjukkan angka satu, dan pesta masih berlangsung. Tak hanya murid IAB yang menikmati kegembiraan ini, guru-guru IAB pun juga mengikutinya. Alih-alih bersikap dingin dan serius seperti biasanya, mereka justru melakukan aksi gila Harlem Shake.
Mungkin mereka lelah, kata Loiz di sela-sela stand up comedy-nya.
Well, kuakui, ini adalah pesta tergila di sekolah. Tak pernah ada yang menyangka kalau Mr. Hab, guru matematika ter-killer IAB, bisa menari robot alias Robot dance dengan sangat hebat di depan panggung. Begitu juga dengan Mrs. Imbly, guru sejarah galak IAB yang terlalu banyak minum wine sehingga mabuk dan ikut menari bersama Mr. Hab, walau akhirnya pingsan. Jeanne dan Gareth juga mengisi acara dengan nyanyian-duetnya yang super romantis.
Suasana di dalam gedung memang mengasyikan, namun sepertinya aku mulai bosan dengan keramaian dan kebisingan ini. Maka kuputuskan untuk menikmati keheningan taman di sekitar Danau Flakes dan melihat bintang-bintang yang bertebaran di sana. Kupikir hanya diriku saja yang ingin keluar dari gedung, ternyata tidak. Maureen mengagetkanku dengan sinar blitz dari gadgetnya saat memotretku yang sedang bersantai di rumput hijau. Menyusul juga Pierre yang dengan cool berjalan menyusuri tepi danau. Tak lama kemudian, NyeNye dan teman-teman sekelas datang lalu berkumpul bersama dengan kami. Maureen yang tak bisa lepas dari selfie, mengabdikan moment-moment indah kebersamaan kami ini dengan foto bersama menggunakan tongsis peraknya.
“Sungguh hari yang tak bisa terlupakan,” kataku saat jalan bersama menuju asrama. Sebenarnya pesta prom belum selesai, tapi hanya tinggal beberapa orang yang ada di dalam. Merasa sudah tidak seru lagi, kami pun berniat kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
“Sebenarnya aku masih ingin kumpul kayak tadi. Tapi anginnya sih, tidak bersahabat. Besar banget, bisa buat kita sakit kalo tetep di sana,” gerutu Encun. Dihentak-hentakkannya langkah kakinya untuk mengungkapkan kekesalannya. Dung.. dung.. dung..
“Sudahlah, Cun. Masih banyak waktu untuk berkumpul bersama.” Pierre menanggapi dengan bijak. Biasanya, yang melakukan itu Jeanne, tapi dia sekarang masih asyik pacaran sama Gareth. Mereka itu pasangan yang sangat cocok, sudah 2 tahun mereka tidak berstatus single, semoga saja bisa bertahan sampai mati. Aminn..
“Benar itu. Masih ada waktu―dan kita harus memanfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya. Sebelum kita terpisah jauh di berbagai negara di dunia.” Mulai deh, NyeNye berpuisi.
“Apa rencanamu?” tanya Lotta yang sedari tadi menggosok-gosokkan kedua telapak tangannya karena kedinginan. Dan seketika itu, NyeNye menjadi pusat perhatian kita untuk beberapa menit.
***
“Clairreeeeee!!!” teriak kami, penghuni kamar asrama putri 24, saat melihat Claire lewat video call di laptop Lotta. Ia mengenakan sweater putih dan bandana berwarna putih pula. Rapi sekali penampilannya. Berbeda dengan kami yang sudah memakai pajamas, siap pergi ke pulau kapuk.
“Glad to see you, guys!” Claire tersenyum lebar. Kami pun berdesak-desakkan mendekat ke layar laptop untuk memasang senyum, membalas senyuman manis Claire.
“Miss you, Claire,” ucapku sedih, diikuti oleh teman-teman di belakangku.
“Hey, Lindsay, don’t be too sad. As my admirer, you must be happy too when your idol is happy,” kata Claire menghiburku. Ya, aku memang penggemarnya. Menurutku, dia adalah pribadi yang dewasa, bertanggung jawab, pintar dan berani tapi tetap sopan. Biasanya, dialah yang memberikan saran-saran bijak saat aku terkena virus galau. Maka dari itu, kepergiaannya sangat menyakitkan. Tapi ada benarnya juga perkataan Claire, kalau dia senang, seharusnya aku juga senang karena dia sahabatku. Lagi-lagi dia berkata bijak. Sungguh mengagumkan.
“Congratz ya, atas status barumu dengan Ashton,” ucap Becky, membuat wajah Claire menjadi sedikit kemerahan di pipinya, namun terlihat sekali jika dia kebingungan.
"Umm? Ashton? Kita eng-"
Sorry, there is a problem with your connection. Please check it to continue the video call.
“Ahhhh… Siall.. Wifi-nya dimatiin.”
***
Readyyy?? Spongebob Squarepants…. Spongebob Squarepants…. Spongebob Squarepants…. Spongebob…. Squarepantssss…. (suara clarinet)
“Aduh, alarm siapa sih, brisik banget!”
“Memang sudah jam berapa sih ini? Kok terang banget?” tanyaku sambil membalikkan badan yang sebelumnya menghadap ke dinding asrama.
“What?? Jam tujuh? Kita telat guysss!” teriakku sekeras mungkin untuk membangunkan semua teman sekamarku. Dengan cepat aku memakai sandal dan berlari menuju lemari, mengambil seragam. Saking gugupnya, aku jadi lupa berdoa. Begitu juga dengan teman-teman yang mengikuti langkahku, kecuali Encunwati. Dia masih tidur dengan selimut sebatas perutnya.
“Lho, ada sekolah to?” katanya, membuat kami semua meninggalkan kesibukan untuk menatap wajah polosnya dengan mulut yang masih menganga karena kata terakhirnya adalah “to”.
“Oya, ya! Kan kita freeeee…” tanggap Maureen dengan suara dan gaya alaynya.
“Lagian cun, kamu ngapain masang alarm? Buat kita bingung aja,” kata Lotta kesal, menghentakkan salah satu kakinya ke lantai.
“Lupa tak set off. Maap.”
“Ya, sudah, mari kita tidur lagi. Kita baru tidur empat jam. Kalian tahu?” Aku menghembuskan badanku ke tempat tidur lagi, menarik selimut sampai kepala (karena sinar matahari yang masuk lewat jendela kamar sangat menyilaukan) dan mulai memejamkan mata.
TOKK… TOKK… TOKK…
Sebenarnya aku belum tidur, karena aku memang susah kalau untuk memulai tidur. Tapi aku malas beranjak dari pulau kapukku, jadi kubiarkan saja orang lain yang membukanya.
TOKK… TOKK… TOKK…
Aduh siapa sih, pikirku. Kok tidak ada yang bukain juga? Apakah sudah pada tidur semua? Cepat banget terlelapnya.
TOOKKK… TOKKK… TOKKK…
Untuk ketiga kalinya orang itu mengetuk pintu. Makin lama makin keras saja. Kalau kubiarkan, pasti dia semakin keras mengetuknya, dan itu sangat meng-gang-gu. Terpaksa deh, kubuka pintunya. Mungkin saja dia hanya bertamu sebentar.
“Heh, lama banget sih, buka pintunya.” Berdirilah seorang laki-laki bertubuh tinggi tegap di depanku. Tak salah lagi, dia adalah Pierre.
“Mau ngapain sih? Jangan ganggu orang yang lagi enak-enak tidur to,” jawabku dengan lemas. Rambutku yang masih acak-acakan, baju pajamasku yang sudah kusut, dan kedua mata pandaku, mampu mewakili kalau kita, siswa putri kamar 24, masih ingin bermimpi walau hari sudah siang.
“Enak saja, tidur. Kalian lupa apa, sama rencana NyeNye kemarin malam?” Pierre membentakku. Tak pernah ia segalak ini, sampai-sampai Lotta terbangun dari tidurnya. Sepertinya dia sudah kesal, mengetuk pintu berkali-kali. Mungkin dia juga tidak ingin melewatkan moment kebersamaan kami, seperti yang sudah direncanakan. Ini memang kesalahan kami.
“Sudahlah Pierre, kasihan Lindsay. Kami akan bangun dan segera menuju Pantai Crane.” Ternyata Jeanne juga terbangun.
“Cepetan ya, keburu siang nanti.” Setelah itu, Pierre langsung meninggalkan pintu kamar.
“Bangun, bangun, bangun.. Jangan lupakan rencana NyeNye semalam kawan!” ujar Lotta membangunkan Becky, Maureen, dan Encun.
Secara cepat kami mengganti baju kami menjadi pakaian olahraga, tanpa mandi terlebih dahulu. Lagipula, nanti setelah olahraga juga kotor dan berkeringat, jadi tidak ada gunanya mandi. Kita semua memakai baju olahraga yang sama. T-shirt berwarna putih dengan sedikit garis hijau muda di lengan dan celana di atas lutut yang berwarna sama dengan garis tersebut. Kami membelinya bersama saat outside class kelas delapan yang lalu. Dengan sedikit terburu-buru kami menuruni tangga sambil menggenggam botol minum di tangan kami.
Tak lama kemudian, sampailah kami di Pantai Crane dengan Pierre, NyeNye, Loiz, dan Gareth yang terlihat sudah sangat lelah menunggu kedatangan kami. Uppsss, maafkan kami.
-To be continued-
***
That's all. All the love from the authors! ♥♥♥
Comments
Post a Comment