Christmas Countdown [2016] : D-14
Chestnuts roasting on an open fire
Jack Frost nipping at your nose
Yule-tide carols being sung by a choir
And folks dressed up like Eskimos
Everybody knows a turkey and some mistletoe
Help to make the season bright
Tiny tots with their eyes all aglow
Will find it hard to sleep tonight
Aku tidak mengerti mengapa tepatnya aku benar-benar menyukai lagu natal - nada-nada yang khas, iramanya, suara terompet pada isian lagunya, dan juga setiap lirik yang ditulis oleh sang penulis - semuanya tampak menyenangkan dan menentramkan. Bahkan, aku juga sering mendengarkan lagu natal disaat hari-hari biasa. Aku suka keceriaan lagu natal dan caranya membuatku bahagia dan tentram - dimana kenikmatan ini tidak kutemukan di manapun kecuali di lagu natal.
Aku ingat disaat berumur 13 tahun, kakekku memberikanku sebuah rekaman vinyl dengan lagu-lagu natal di dalamnya. Kakek berkata bahwa lagu-lagu natal ini akan selalu di kenang sepanjang masa, bahkan ketika sudah 100 tahun sejak lagu-lagu natal tersebut dibuat. Lagu-lagu natal akan menjadi lagu klasik dimana semua orang, semua kalangan, semua jiwa, dan semua perasaan akan turut menikmati ketentraman yang ada disaat orang-orang mendengarkan lagu natal. Itulah sebabnya aku terus menyimpan CD dan vinyl tersebut hingga sekarang. Aku meletakkannya di dekat jendela kamar apartemenku supaya aku bisa melihat keceriaan orang-orang di sekitar apartemenku sambil menikmati keindahan lagu-lagu natal.
Sebagai mahasiswa desain interior, memang sudah sepantasnya bagiku untuk selalu bisa menata ruang di apartemenku dengan baik dan indah. Memang benar, apartemenku tidak terlalu lebar, hanya ada 1 kamar serta ruang keluarga dan dapur yang menyatu menjadi satu. Tetapi, aku sangat menyukai apartemenku ini.
Aku ingat sekali disaat pertama aku tiba di Washington, seorang diri, dan aku tidak tahu dimana aku harus tinggal selama 3,5 tahun kedepan. Aku bertemu dengan seorang petugas wanita customer service di stasiun subway dekat kampusku- karena sebelumnya aku ingin melihat kampusku. Aku menanyakan apartemen terdekat di daerah itu kepadanya, namun wanita itu berkata bahwa apartemen di daerah kampusku harga sewanya cukup mahal. Ia menyarankan kepadaku untuk menyewa di salah satu apartemen tua di pusat keramaian Washington. Aku mencari-cari untuk beberapa lama dan tidak menemukannya, hingga aku kelelahan dan memutuskan untul beristirahat di kafe yang kuketahui bernama Tinder Cafe. Lucunya, disaat aku melihat-lihat sekeliling kafe itu, aku melihat sebuah rumah susun tua dan ada tulisan "APARTMENT" yang sangat kecil di pintunya. Setelah masuk dan menanyakan tentang apartemen itu kepada pemiliknya, langsung saja aku menyewa apartemen disitu tanpa pikir panjang, karena kebetulan juga aku membutuhkan tempat untuk tinggal malam itu juga - tak mungkin bagiku untuk pulang semalam itu ke Oregon. Awalnya memang apartemen itu terlihat sangat kecil dan sempit, namun aku merubah tatanannya sedikit, dan ya - tidak terlalu buruk. Aku justru sangat menyukainya sekarang.
Spot favoritku adalah sudut ruang yang terdapat jendela dimana aku bisa melihat orang-orang diluar, seperti yang sering kukatakan. Lebih menyenangkan lagi karena sekarang di dekat jendela tersebut ada pohon natal yang telah kupasang bersama Luke sewaktu kami merayakan Thanksgiving lalu. Aku sangat menyukai pohon natal baru ini, jika kalian tahu, ada banyak sekali cerita dibalik pohon natal ini.
Tahun lalu, aku tidak memasang pohon natal di apartemenku, ya tentu saja karena aku tidak mungkin membawa pohon natal dari rumahku di Oregon dan membawanya kesini. Tetapi, aku sangat menyukai pohon natal. Itu karena pohon natal selalu membuat nuansa yang seru dan syahdu, lebih lagi aku sangat suka memasang gantungan-gantungan kecil disitu. Ornamen-ornamennya yang walaupun tampak kecil selalu terlihat indah apabila terpasang, belum lagi renda-renda yang berwarna-warni, menimbulkan nuansa ceria yang selalu membuatku merasa senang tiap kali aku melihatnya. Tentu kita semua tahu kan cerita tentang Santa Claus yang memberikan hadiah untuk anak-anak dan ia meletakkannya dibawah pohon natal atau di kaos kaki yang digantungkan di tempat penghangat ruangan? Aku sangat menyukai hal itu sejak kecil, dan aku sempat kecewa disaat mengetahui bahwa Santa Claus tidak nyata, karena semua khayalan itu sangat seru, dan sangat menyenangkan.
Sebegitu sukanya aku dengan pohon natal, sebegitu sedih pula aku tidak bisa memasang pohon natal di apartemenku tahun lalu. Aku tidak mungkin ikut untuk sesi memasang pohon natal di rumahku karena tentu sangat jauh dan aku tidak berniat untuk pulang kampung tahun lalu. Nuansa natal yang biasa aku nikmati setiap tahunnya lewat pohon natal tidak dapat kurasakan karena ya, aku tidak memiliki pohon natal.
Mengetahui kesukaanku pada pohon natal, tahun lalu Luke mengajakku untuk ikut memasang dan menghias pohon natal di rumahnya. Hal itu lumayan membalas kerinduanku akan rumah dan segala nuansa natalnya. Luke tahu seberapa besar aku menyukai pohon natal, dan Luke selalu berhasil untuk membuatku bahagia, walaupun lewat hal-hal kecil namun berarti besar bagiku.
Seusai menghias pohon natal di rumahnya, Luke mengajakku untuk berputar mengelilingi kota. Luke yang menyetir. Dia mengantarku berkeliling jalanan Washington yang bersalju dan juga ramai. Dia menyetir menuju Sunlake St. yang merupakan salah satu pusat perbelanjaan pernak-pernik natal. Aku bisa melihat banyak ornamen natal, miniatur pohon natal, mainan-mainan natal, pohon natal, lampu-lampu natal, bahkan ada Santa Claus yang ada untuk menghibur para pengunjung.
"Let's take a look!" begitu kata Luke sambil membukakan pintu mobilku. Aku hanya terdiam saja karena jujur aku tidak mengerti mengapa Luke membawaku kesini. Ia menggenggam tanganku, membawaku masuk ke toko-toko itu, dan dia menunjukkanku berbagai hiasan natal dan juga pohon natal. Aku sangat suka dia mengajakku melihat-lihat pohon natal.
Kami berkunjung ke beberapa toko, hingga akhirnya kami menemukan satu pohon natal yang ukurannya memang tidak terlalu besar. Pohon natal itu sangat indah, aku sangat menyukai ornamen-ornamennya. Kebetulan pohon natal itu dijual satu paket dengan ornamennya, dan aku sangat mengagumi pohon natal itu.
"Berapa harga pohon natal ini?" tanya Luke kepada salah satu penjaga toko itu.
"500 dolar saja, harga ini sudah termasuk promo diskon akhir tahun," ujar penjaga toko itu. Aku hanya tersenyum, tentu saja tidak ada dari kami yang memiliki uang sebanyak itu. Namun bagiku sendiri, aku sudah cukup senang saat itu walau hanya sekedar melihat-lihat saja.
Luke menggenggam tanganku, ia menarikku untuk melanjutkan berjalan-jalan lagi.
"Kau sangat menyukai pohon natal itu, ya?" tanyanya padaku. Aku tertawa kecil, "Aku tidak menyukai harganya."
Luke juga ikut tertawa, "I know right."
Seusai melihat-lihay berbagai ornamen natal di Sunlake Street, Luke mengantarku pulang.
"You know what? I wanna buy that Christmas tree," kata Luke di tengah-tengah perjalanan, "I mean I wanna buy you that Christmas tree."
Aku terkejut, aku mengerti bahwa Luke adalah tipe orang yang manis, kadang dia tidak sadar bahwa kata dan tindakannya membuatku luluh, maksudku dia melakukannya seperti biasanya, tidak dibuat-buat.
"Aku tahu bahwa kau sangat menyukai pohon natal itu, Hill," katanya lagi saat itu sembari tangannya masih memegang setir mobil. Aku hanya bisa tersenyum saja sedari tadi, tidak tahu harus berkata apa.
Entah bagaimana ceritanya, intinya setelah itu Luke ingin membelikanku pohon natal itu, yang intinya dan nantinya akan menjadi pohon natal kami berdua.
Sepanjang perjalanan malam itu, kamu membicarakan tentang bagaimana kami benar-benar menyukai pohon natal. Aku ingat sekali saat itu aku menyukai pohon natal karena aku suka keindahan dan kelap kelip lampu natal yang menghiasinya, namun berbeda dengan Luke.
"Pohon natal menurutku seperti harapan, harapan akan suatu cahaya baru, harapan yang akan membuat semua orang sadar dan menemukan cahayanya, seperti bintang yang dipasang di ujung pohon natal," Luke berkata panjang lebar, "makna natal juga kurang lebih seperti itu menurutku, karena hingga sekarang aku masih merasa belum menemukan cahayaku."
Luke, seorang laki-laki yang sangat baik, yang sangat pengertian, dan dia juga pandai dan berperasaan. Aku sendiri yang merupakan seorang perempuan tidak sampai disitu memikirkan tentang apa arti natal dan keindahan dibalik pohon natal.
Hubunganku dengan Luke selama ini juga mengajarkanku untuk menjadi orang yang lebih baik, yang lebih menyadari tentang arti atau filosofi dari suatu hal. Aku tahu bahwa Luke bukanlah seorang mahasiswa jurusan filosofi, namun dia percaya, bahwa untuk menjadi seorang pribadi yang utuh kita butuh hati yang terbuka. Kata-katanya terdengar sangat berat dan tinggi sekali ya hahaha.
Sejak saat itu, aku dan Luke menjadi lebih dekat. Luke juga sering berkata bahwa dia menyayangiku, dan dia juga menginginkan suatu hubungan yang serius. Hari itu juga Luke mempunyai ide untuk membeli pohon natal bersama, dan tentu hal itu membutuhkan uang yang tidak sedikit. Luke juga yang mempunyai ide untuk mengumpulkan uang lewat kami berdua yang masing-masing bisa melakukan part time job, dan hasilnya akan kami tabung sedikit demi sedikit untuk membeli pohon natal itu.
Mulai Bulan Januari tahun ini aku dan Luke memulai untuk melakukan part time job. Aku membuka jasa menggambar wajah di pinggir Downhill Street atau di Stasiun Subway dekat kampusku sepulang aku berkuliah, sedangkan Luke membuka jasa katering kecil-kecilan untuk anak-anak di sekitar rumahnya, terkadang dia membuka kios dadakan di depan rumahnya yang menjual aneka makanan ringan atau minuman segar.
Kami melakukan hal ini selama hampir 9 bulan, sedikit demi sedikit kami menabung. Setiap hari, aku selalu memasukkan setengah dari hasil jasa lukisku ke dalam celengan kecil yang kubawa dari Oregon. Sebenarnya tidak setiap hari juga karena penghasilanku tidak menentu, malah terkadang juga tidak ada sama sekali yang meminta jasa lukis pada hari itu, padahal aku sudah berlelah-lelah menunggu selama berjam-jam. Luke juga begitu, penghasilan yang dihasilkan olehnya tidak terlalu banyak karena jika ia memasang harga untuk kateringnya terlalu mahal tidak akan laku.
Namun setiap saat aku tidak mendapatkan hasil apa-apa, Luke selalu berkata padaku, "It's okay, Hill! Besok kalau kita bersama sudah 'benar-benar hidup' situasinya pasti akan lebih sulit. Yang terpenting adalah dukungan dan motivasi dari orang terdekatmu."
Seperti yang sudah kukatakan tadi, Luke selalu tahu cara untuk membuatku jatuh hati kepadanya, ia memberikanku cahaya untuk masa depan.
They know that Santa's on his way
He's loaded lots of toys and goodies on his sleigh
And every mother's child is gonna spy
To see if reindeer really know how to fly
And so I'm offering this simple phrase
To kids from one to ninety-two
Although it's been said many times, many ways
Merry Christmas to you
Kira-kira awal Oktober, kami akhirnya membuka tabungan kami berdua. Syukurlah, ternyata segala jerih payah kami berdua selama berbulan-bulan ini akhirnya terbayar juga. Uang kami sudah cukup untuk membeli pohon natal bersama yang kami inginkan itu, bahkan sisa.
"Untuk bekal masa depan," begitu ujar Luke saat mengetahui kami masih mempunyai sisa uang lagi. Luke memang tipe orang yang berpikiran jauh dan kedepan, tipe-tipe orang yang serius untuk melangkah lebih, dan dia juga tipe orang yang suka mempersiapkan diri terlebih dahulu. Itulah alasan mengapa ia memberiku saran untuk tetap membuka jasa gambar walaupun tabungan kami sudah cukup, hitung-hitung untuk tambahan bekal kini, ataupun bekal bersama untuk esok kedepan.
Akhirnya, natal kemarin, kami memutuskan untuk membeli pohon natal idaman kami setahun yang lalu. Ajaibnya, seri pohon natal yang kami inginkan itu masih ada, maka kami langsung membelinya saja.
Sekarang, pohon natal itu terletak di spot favoritku, dekat jendela apartemenku. Setiap saat aku melihat pohon natal itu, aku melihat Luke dan segala pengorbanan yang telah kami lakukan. Kalian tahu perasaan senang itu, kan? Disaat kalian mengusahakan sesuatu dan akhirnya berhasil mencapainya? Rasa bahagia dan juga haru, memang terlalu berlebihan, namun aku juga tidak menyangka bahwa akhirnya aku bisa mempunyai cahaya sendiri yang terpancar lewat pohon natal kami berdua.
"Sorry, Hill, aku tidak bisa datang ke apartemenmu hari ini. Ada sedikit masalah disini," pesan singkat Luke yang masuk menyadarkanku dari lamunanku. Hari ini aku dan Luke memang berjanji untuk bertemu bersama di apartemenku. Bukan karena apa-apa, Luke memang sering menemaniku yang sedang kesepian di apartemen, terutama karena aku tidak pulang ke Oregon. Luke biasanya akan memasakkanku hidangan inovasinya, sedangkan aku, aku biasanya menyediakan berbagai film, dan kebetulan aku telah mempersiapkan film natal favoritku yang tadinya kurencanakan akan kutonton bersama dengannya. Namun tentu saja, aku mengerti bahwa Luke sedang ada masalah, mungkin masalah keluarganya, dan aku tidak bisa mengganggunya. Yang jelas aku sudah cukup bahagia walaupun hanya sekedar memandangi pohon natal kami berdua. Rasanya sama seperti Luke yang hadir dan menemaniku disini.
Luke dan pohon natal kami berdua. Dua hal yang sangat aku syukuri, dua hal yang mempunyai kesamaan yang berarti, yaitu sama-sama merupakan cahaya dan kebahagiaanku. Natal, satu hal tentangnya, cahaya dan juga kebahagiaan kami berdua.
Comments
Post a Comment