Bayangmu Mendengarku
Aku mengambil secarik kertas dan bolpoin saat pelajaran seni musik berlangsung. Seni Musik! Ya, yang paling kutunggu-tunggu adalah saat-saat seperti ini, saat kita boleh menciptakan lagu sendiri untuk ditampilkan di depan kelas beberapa minggu kedepan. Walaupun, ya, mungkin aku belum terlalu punya nyali untuk memberanikan diri maju dan menyanyikannya di depan teman-temanku.
Tiba-tiba aku jadi teringat kamu yang sering menyanyikan lagu-lagu aneh saat aku duduk bersamamu. Ya, itu terdengar gila. Dan memang, aku sering berkata "Hentikan nyanyianmu!". Hahaha.. Itu terdengar lucu saat kamu tetap menyanyikannya, walau aku memaksamu untuk diam. Lagu-lagu itu sebenarnya keren, tapi mungkin nadanya kurang jelas.
Apalah yang buatku ingin mengingat ulang lagu-lagumu itu.
Irama yang menyenandungkan pujian
Nada yang menampilkan ketukan
Suara yang sedang mendengarkan
Telinga yang tak pernah bosan bersuara
Buatku bingung kenapa bisa begitu
Lagu itu untuk siapa?
Semoga itu untukku
Lirik itu terdengar lucu. Kamu memang tak pernah bisa menjadi orang yang puitis. Tenang saja, aku juga tak terlalu bisa berpuitis.
***
Aku melihatmu dari depan kelasku. Kamu dibawah, sedang tertawa dengan teman-temanmu. Apa yang bisa aku lakukan cuma bisa melihatmu dari kejauhan. Kita tak pernah bisa berbicara satu sama lain. Aku memang tak pernah ada untukmu, muluk-muluk, apalagi berbicara.
Aku jadi teringat lagi dengan lirik lagu itu. Lirik lagu itu terdengar aneh dan janggal, bukannya itu kebalikannya, ya?
Ah.. Tugas Seni Musik itu benar buatku ingin menggarap liriknya untuk dijadikan lagu yang baru untuk tugas itu.
Bolehkah aku meminjam lirikmu? Ya, hanya untuk sementara waktu!
Aku akan mengembalikannya kalau kau sudah memintanya kembali.
Aku berfikir sejenak. Mungkin jika suatu saat aku menggarap lagu itu dan berani menampilkannya di depan kelas, kau akan mendengarnya, walaupun cuma pelan. Dan jika akhirnya kau sadar bahwa itu lagumu, paling tidak kamu akan berurusan kepadaku. Dan artinya.... lihat sajalah nanti!
***
Ya, aku benar-benar menggarap lagu itu dengan serius. Lagu itu memang terdengar konyol. Lagu itu hanya berisi 7 baris kata yang bahkan tak puitis ataupun romantis sedikitpun. Namun, keykinanku untuk membawaku hanyut dalam lagu ini membuatku ingin membuat nada yang indah supaya mereka yang mendengarnya tak menganggap ini hanya sembarang lagu. Akhirnya, aku mengerti juga apa maksudmu membuat lagu ini.
Aku harus memberanikan diri untuk menampilkan lagu ini. Aku telah berlatih sepanjang hari supaya lagu ini terdengar indah.
Aku melangkahkan kakiku untuk menaiki tangga kecil dipinggir panggung, memang kakiku gemetaran bukan main. Hanya saja ini aku lakukan untuk kamu, ya asal kamu tahu saja.
Aku duduk di kursi dekat piano besar itu. Jemari ditanganku mulai menancapkan dirinya kedalam tuts tuts piano. Ya, jariku juga gemetaran. Tapi, sekali lagi aku ingin kamu mendengarku tampil kali ini.
Jreng.....
Dengan berani jemariku menekan tuts piano itu.
Aku mulai bersuara, menyanyikan lagu yang liriknya hanya diulang-ulang saja.
Dengan mantap aku melanjutkan musikku, walau jantungku berdebar bukan main.
Sesekali aku juga memandang bangku penonton, mencarimu. Ya, barangkali kamu ada disitu.
Tidak, hingga lagu usaipun kamu tidak ada disitu.
Hey! Lagu ini untuk kamu!
Lagu selesai. Semua penonton pentas seni itu bertepuk tangan dengan meriah. Rasanya memang lumayan lega.
Tunggu! Ada yang mengganjal!
Kamu! Iya, kamu!
Dimana kamu?
Kamu tidak sadar kalau ini adalah lagumu?
"Lagu ini untuk kamu. Terima kasih, semuanya!"
Kataku di mic yang berjarak hanya beberapa centi dari bibirku. Aku tersenyum dan menuruni tangga kecil di dekat panggung.
Ada suatu senyuman yang buatku ingin terus melihatnya.
"Hey! Itu, kan laguku!"
Senyumku mengembang.
"Untuk kamu."
Tiba-tiba aku jadi teringat kamu yang sering menyanyikan lagu-lagu aneh saat aku duduk bersamamu. Ya, itu terdengar gila. Dan memang, aku sering berkata "Hentikan nyanyianmu!". Hahaha.. Itu terdengar lucu saat kamu tetap menyanyikannya, walau aku memaksamu untuk diam. Lagu-lagu itu sebenarnya keren, tapi mungkin nadanya kurang jelas.
Apalah yang buatku ingin mengingat ulang lagu-lagumu itu.
Irama yang menyenandungkan pujian
Nada yang menampilkan ketukan
Suara yang sedang mendengarkan
Telinga yang tak pernah bosan bersuara
Buatku bingung kenapa bisa begitu
Lagu itu untuk siapa?
Semoga itu untukku
Lirik itu terdengar lucu. Kamu memang tak pernah bisa menjadi orang yang puitis. Tenang saja, aku juga tak terlalu bisa berpuitis.
***
Aku melihatmu dari depan kelasku. Kamu dibawah, sedang tertawa dengan teman-temanmu. Apa yang bisa aku lakukan cuma bisa melihatmu dari kejauhan. Kita tak pernah bisa berbicara satu sama lain. Aku memang tak pernah ada untukmu, muluk-muluk, apalagi berbicara.
Aku jadi teringat lagi dengan lirik lagu itu. Lirik lagu itu terdengar aneh dan janggal, bukannya itu kebalikannya, ya?
Ah.. Tugas Seni Musik itu benar buatku ingin menggarap liriknya untuk dijadikan lagu yang baru untuk tugas itu.
Bolehkah aku meminjam lirikmu? Ya, hanya untuk sementara waktu!
Aku akan mengembalikannya kalau kau sudah memintanya kembali.
Aku berfikir sejenak. Mungkin jika suatu saat aku menggarap lagu itu dan berani menampilkannya di depan kelas, kau akan mendengarnya, walaupun cuma pelan. Dan jika akhirnya kau sadar bahwa itu lagumu, paling tidak kamu akan berurusan kepadaku. Dan artinya.... lihat sajalah nanti!
***
Ya, aku benar-benar menggarap lagu itu dengan serius. Lagu itu memang terdengar konyol. Lagu itu hanya berisi 7 baris kata yang bahkan tak puitis ataupun romantis sedikitpun. Namun, keykinanku untuk membawaku hanyut dalam lagu ini membuatku ingin membuat nada yang indah supaya mereka yang mendengarnya tak menganggap ini hanya sembarang lagu. Akhirnya, aku mengerti juga apa maksudmu membuat lagu ini.
Aku harus memberanikan diri untuk menampilkan lagu ini. Aku telah berlatih sepanjang hari supaya lagu ini terdengar indah.
Aku melangkahkan kakiku untuk menaiki tangga kecil dipinggir panggung, memang kakiku gemetaran bukan main. Hanya saja ini aku lakukan untuk kamu, ya asal kamu tahu saja.
Aku duduk di kursi dekat piano besar itu. Jemari ditanganku mulai menancapkan dirinya kedalam tuts tuts piano. Ya, jariku juga gemetaran. Tapi, sekali lagi aku ingin kamu mendengarku tampil kali ini.
Jreng.....
Dengan berani jemariku menekan tuts piano itu.
Aku mulai bersuara, menyanyikan lagu yang liriknya hanya diulang-ulang saja.
Dengan mantap aku melanjutkan musikku, walau jantungku berdebar bukan main.
Sesekali aku juga memandang bangku penonton, mencarimu. Ya, barangkali kamu ada disitu.
Tidak, hingga lagu usaipun kamu tidak ada disitu.
Hey! Lagu ini untuk kamu!
Lagu selesai. Semua penonton pentas seni itu bertepuk tangan dengan meriah. Rasanya memang lumayan lega.
Tunggu! Ada yang mengganjal!
Kamu! Iya, kamu!
Dimana kamu?
Kamu tidak sadar kalau ini adalah lagumu?
"Lagu ini untuk kamu. Terima kasih, semuanya!"
Kataku di mic yang berjarak hanya beberapa centi dari bibirku. Aku tersenyum dan menuruni tangga kecil di dekat panggung.
Ada suatu senyuman yang buatku ingin terus melihatnya.
"Hey! Itu, kan laguku!"
Senyumku mengembang.
"Untuk kamu."
Comments
Post a Comment