Nyenye : [Chapter 4 (Pt. 2)] Girlfriend Project

Helloo^^

Yap, so here's the good news for you. The second part of Nyenye's Chapter 4 was finally done! :D

And I have a note for you first ; this part is kinda weird and absurd. The most important thing is : DON'T EVEN THINK IF THIS IS REAL, okay?

Oh, and this was also made by Sekar :D

Well, check this out! :3

***

[The previous part→ Chapter 4 - Part 1 : Midnight Conversation]

Chapter 4 - Part 2
Girlfriend Project

*Carlotta deQuez’s Point of View* 

Apa ini? Rasanya ada sesuatu yang keras di punggungku. Aku membuka mata dan turun dari tempat tidur, lalu melipat selimut dengan harapan benda keras tadi akan terlihat. Dan ternyata benda keras itu memang terlihat. Ternyata ponselku sendiri yang tadi kutiduri tanpa sengaja.

Aku meraih ponselku. Tepat saat itu alarm di ponselku berdering keras. Pukul lima tepat. Setelah mematikan alarm, aku langsung menyambar handukku yang tergantung dekat lemari dan melesat menuju kamar mandi. Seperti biasa, aku selalu mandi awal agar punya banyak waktu sebelum temanku yang lain bangun dan memprotes jam mandiku yang lama. Ya, selain terkenal sebagai tukang tidur, aku juga terkenal sebagai murid pemegang rekor mandi terlama di IAB. Sebenarnya mandiku tidak selama itu, sih. Yang membutuhkan waktu lama adalah sesi-permak-wajah. Dan ini adalah rahasia yang tidak pernah diketahui oleh teman-temanku.

Semua orang mengatakan bahwa aku lebih cantik kalau di foto. Yah, sebenarnya juga cantik sih. Maka dari itu tiap pagi wajahku harus ku-permak supaya tidak tampak seperti aslinya, dengan tujuan agar teman-temanku tidak minder. Aku teman yang sangat baik, kan? Muehehehe. Nah, inilah yang membuat jam mandiku jadi lama.

***

Setelah acara mandi dan permak wajah selesai, aku mengecek jadwal piket yang terpasang di kelas sekali lagi untuk memastikan bahwa Loiz dan Nyenye yang bertugas hari ini. Ternyata memang benar. Kalau begitu mereka pasti sudah sarapan pukul setengah tujuh tadi, dan pada pukul tujuh – berarti sepuluh menit lagi – mereka akan datang ke kelas, menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan untuk pelajaran hari ini. Sempurna. Aku langsung berlari ke kantin musim panas, karena ingin berbicara dulu dengan teman-temanku sebelum sarapan siap pada pukul 7 pagi.

Di kantin, di meja 8-3, enam kursi telah terisi. Masih agak terengah-engah habis berlari, aku duduk di kursi yang kududuki semalam.

“Nah, ini Lotta sudah datang,” kata Becky yang duduk di sebelahku. Jemarinya dia gunakan untuk menghitung, “Jeanne masih sakit, sedangkan Nyenye dan Loiz sudah berangkat ke kelas untuk piket. Berarti kelas kita sudah lengkap.”

Hening. Tidak ada yang berbicara di meja 8-3.Akhirnya aku membuka mulut. “Teman-teman, Gareth sudah kuberitahu tentang Nyenye.”

Seketika semua temanku – kecuali Gareth, tentu – langsung heboh. “Apa iya?” “Kapan kau memberitahu Gareth?” “Jangan bilang kalau semalam kau datang ke asrama laki-laki untuk memberitahunya!”

Aku dan Gareth tertawa. “Jelas tidak lah. Cerita tentang bagaimana aku memberitahu Gareth tidak penting. Yang penting sekarang dia sudah tahu,” kataku. Gareth cepat-cepat menambahkan, “Kami juga sudah punya rencana agar Nyenye tidak terus-terusan bertindak seperti ini. Nyenye jadi seperti ini karena dia hanya minta kuperhatikan terus tanpa mau mengerti kalau aku juga harus memperhatikan Jeanne. Dia tidak bisa memahami kenapa aku harus membagi perhatian untuk Jeanne. Maka dari itu kita harus mencarikan pacar untuk Nyenye, agar dia bisa paham!”

Maureen, Encun, Claire, Lindsay, dan Becky langsung heboh lagi. “Wah, ide bagus!” “Kapan kita bisa mulai?” “Aku tidak sabar ingin jadi match-maker!”

Aku mengangkat tanganku dengan gayalike-a-boss untuk meredam keributan mereka. “Sudah, sudah. Tenang dulu. Pertama kita butuh data lengkap tentang anak-anak perempuan dari semua kelas 7, dari kelas 8-1, dan dari kelas 8-2. Kalau dari kelas 8-3 jelas tidak bisa, karena kita adalah match-maker-nya. Ada sukarelawan?”

“Aku saja! Aku bisa mencarikan data yang lengkap dan akurat!” suara Lindsay yang lembut menyambar akhir kalimatku.

“Kau tidak akan menanyai mereka satu-satu, kan?” tanya Gareth. “Nanti malah rencana kita ini ketahuan oleh mereka.”

Lindsay terdiam. “Iya juga, ya,” gumamnya. “Tadi belum terpikir olehku.”

Tiba-tiba Encun ikut bersuara, “Mungkin aku bisa membantumu, Lindsay. Aku bisa membajak jaringan data milik sekolah untuk mencari informasi tentang mereka. Aku sudah sering melakukan ini sebelumnya, tenang saja. Takkan ketahuan pihak sekolah. Aku sudah pro. Kau tinggal bilang data apa yang dibutuhkan, akan kucarikan.” Memang temanku Encun ini sering memberikan kejutan. Walaupun dia tampak alim dan kalem, tetapi sudah terbukti berkali-kali kalau ternyata dia punya bakat kriminal. Seperti yang ditawarkannya pada kami pagi ini.

“Baiklah. Kapan hasilnya bisa kami lihat?” tanya Claire yang paling bersemangat. Pasti dia ingin sekali Nyenye cepat dapat pacar, agar dia tidak diganggu dengan keluhan-keluhan Nyenye terus-menerus. Selama ini Claire-lah yang paling menderita diantara kami semua, karena dia yang paling sering menjadi tempat curhat Nyenye. Apalagi karena kebetulan mereka berdua sama-sama terpilih masuk dalam tim sepakbola inti IAB. Alhasil mereka tidak hanya bertemu di kelas, tapi juga di lapangan.

“Kuusahakan besok siang sudah terkumpul semua datanya,” kata Encun. Lindsay tampak sedang mengira-ngira. “Berarti kemungkinan aku akan selesai menghitung statistik data mereka pada sore harinya. Tunggu aku besok pukul lima sore – saat jam bebas – di ruang musik kecil di sebelah aula, dan aku akan menyampaikan hasilnya,” janji Lindsay.

“Oke. Kami percaya pada kalian, Encun dan Lindsay!” kata Maureen. “Ah, ini sarapannya sudah datang,” tambahnya saat sarapan – yang berupa sup krim ayam jamur dan garlic bread – sudah dihidangkan di setiap meja. “Selamat makan!”

***

Kertas-kertas bertebaran di lantai ruang musik. Aku tidak tahu jumlah tepatnya, mungkin ada lebih dari dua puluh lembar. “Bahkan ada foto-foto mereka dalam berbagai pose, kostum dan ukuran! Hebat, Encun! Kau benar-benar hacker sejati,” seru Maureen takjub sambil memandangi kertas-kertas itu. “Dapat berapa orang, nih, Lindsay?”

“Cuma lima, sih. Tapi itu sudah kupilih yang kira-kira mendekati selera Nyenye. Sudah kuseleksi berdasarkan hari dan jam lahir, zodiak, dan golongan darahnya, dan ini lima cewek yang menempati peringkat teratas,” kata Lindsay. Wow. Temanku yang  sangat teliti ini memang keren.

Dia mengambil selembar kertas. “Ini Monica Decost dari Italia. Anak kelas 8-1. Hobinya makan, namun makanan favorit utamanya adalah seafood. Selain itu ia suka barang-barang yang berbau HelloKitty. Semua benda miliknya pasti ada gambar Hello Kitty-nya, bahkan pakaian dalamnya pun semuanya juga bergambar Hello Kitty.”

Kami semua langsung terjun, duduk di lantai, mengaduk-aduk kertas-kertas Lindsay. Becky mengambil kertas lain. Dia membaca keterangan yang tercetak disana. “Agnes Mueller. Dari Jerman. Kelas 7-3. Perawakannya tinggi besar dan agak macho. Hobi ngobrol dan suka pakai jepitan berbentuk pita besar di rambutnya. Dia punya banyak jepit pita dalam berbagai ukuran, warna, dan bahan. Mengenalinya dalam kerumunan sangatlah mudah, tinggal cari kepala yang mirip bungkus kado dengan pita besar.”

“Angela Berglund. Dari Swedia,” baca Encun. “Kelas 8-2. Katanya, dia masih keturunan bangsawan. Orangnya mungil, kulitnya putih, dan suaranya merdu. Keibuan dan suka masak. Hobinya ini kadang menyulitkan, karena kadang dia ditemukan sedang membantu memasak di kantin sekolah pada saat jam pelajaran. Akibatnya dia sering kena skorsing akibat hobinya itu.”Gareth mengambil selembar kertas yang menyangkut di kakinya.

“Safira M’Bolhi. Dari Aljazair. Kelas 7-2. Kabarnya, dia masih bertalian darah dengan Rais M’Bolhi, kiper timnas Aljazair. Rambutnya hitam dan panjang, wajahnya cantik. Punya lirikan dan senyum maut yang bisa membuat banyak orang terpikat. Tapi sayangnya sudah membuat banyak cowok patah hati.”

Selembar kertas melayang ke atas kepala Maureen. Dia menangkap kertas itu dengan tangkas, lalu mulai membaca.  

“Park Ji-Fynn, asal Korea Selatan. Kelas 7-1. Keponakan jauh dari Park Ji-Sung, mantan pemain Manchester United. Tinggi, putih, pakai kawat gigi dengan karet ortho warna pink. Suka tertawa, tapi suara tawanya mengerikan. Bisa dibilang suara tawanya mirip burung kookaburra.”

Tiba-tiba Claire memprotes, “Kok banyak yang masih punya ikatan darah dengan pemain bola, sih?”

Lindsay tertawa. “Yah, selain kuseleksi berdasarkan hari dan jam lahir, zodiak, dan golongan darahnya, aku juga mempertimbangkan hobi Nyenye.  Nyenye sendiri kan pemain bola. Jadi kucarikan yang masih saudara pemain bola, atau yang namanya mirip dengan pemain bola – seperti Agnes. Kalau Monica dan Angela memang tidak ada hubungannya dengan bola. Karena Nyenye suka makan, kupilihkan mereka berdua. Yang satu hobi makan – jadi bisa menemani Nyenye kalau makan-makan, dan Nyenye kan juga ahli masak – pasti dia akan bangga kalau seluruh masakannya dilahap habis oleh kekasihnya. Sementara yang satu lagi, Angela, punya hobi masak  seperti Nyenye. Nanti Nyenye akan bahagia kalau bisa bertukar pikiran dan masak bersama dengan kekasihnya.”

Entah kenapa Gareth langsung menggelengkan kepala dan menepuk dahinya setelah melihat pilihan-pilihan Lindsay berikut alasannya. “

Kalian yakin dengan lima kandidat ini?” tanyanya. Sepertinya dia masih ragu.

“Oh, yakin sekali,” jawab Lindsay. Dia mulai menjelaskan teorinya yang sangat rumit dengan penuh semangat. “Kalau dilihat dari persentase kemungkinan-jadian-dengan-Nyenye, lima kandidat inilah yang kemungkinannya paling besar. Kemungkinan-kemungkinan itu sudah dihitung dengan cermat, teliti dan hati-hati menggunakan rumus-rumus statistik tingkat tinggi, setelah itu dibagi dengan tanggal lahir mereka sehingga hasilnya nol. Kemungkinan salahnya 0%. Kenapa masih harus diragukan lagi?”

Aku tidak tahu Maureen mengerti apa yang baru saja dikatakan Lindsay atau tidak, tapi dia mengangguk-angguk mengiyakan.

“Agak absurd sih, tapi masuk akal juga,” katanya. “Menurut kalian bagaimana?”

Becky, Claire, dan Encun langsung mengangguk dengan penuh semangat. Aku sebenarnya tidak sepenuhnya paham pada penjelasan Lindsay mengapa sampai ia memilih kandidat-kandidat yang menurutku sedikit ajaib ini, tapi aku percaya penuh padanya. Aku juga mengangguk. Gareth pun akhirnya setuju, walaupun kalau dilihat dari raut mukanya dia masih ragu-ragu.

“Oke! Jadi sekarang tinggal menyuruh Nyenye memilih satu dari lima kandidat ini,” kata Lindsay sambil mengumpulkan kertas-kertasnya. Ada sedikit rona merah di pipinya, dan dia tak henti-hentinya tersenyum. Sepertinya dia bangga karena aku dan teman-temanku menyetujui kandidat-kandidat pilihannya.

“Biar aku saja yang menanyainya,” kata Maureen. Temanku yang satu ini sepertinya memang berbakat jadi mak comblang. “Boleh pinjam foto-foto lima orang tadi? Bakal lebih mudah menyuruh Nyenye memilih kalau ada sampelnya. Nanti akan kupilih foto-foto mereka yang terbaik berdasarkan pencahayaan, ekspresi, dan angle fotonya.” Wah, akhirnya hobi selfie Maureen berguna juga.

Lindsay menyerahkan foto-foto itu pada Maureen. Dengan cepat Maureen langsung bisa memilih lima foto terbaik – masing-masing kandidat satu foto. “Nah, urusan foto sudah beres,” kata Maureen bangga. “Kapan aku harus menyuruh Nyenye memilih?”

“Besok saja. Kan kau menjadi partner Nyenye dalam praktikum Biologi besok, setelah makan siang. Pasti lebih mudah buatmu,” kata Becky. Dia cekikikan. “Wah, aku sudah tidak sabar ingin melihat Nyenye menggandeng pacar barunya!”

***

Setelah sesi pelajaran siang – pelajaran setelah makan siang – berakhir, seperti biasa Claire dan Nyenye langsung pergi ke lapangan untuk latihan sepakbola. Kali ini Encun dan Becky ikut, karena mereka ditunjuk menjadi anggota cheerleader IAB untuk turnamen sepakbola antar sekolah. Lindsay sedang mengonsultasikan tugas Fisikanya dengan Mr. Root, sedangkan Gareth pergi mencarikan susu cokelat panas untuk Jeanne yang masih sakit. Loiz pergi entah kemana. Aku dan Maureen tetap tinggal di asrama, di ruang bersama, karena tak punya pekerjaan.

“Bagaimana hasilnya? Nyenye pilih siapa?” tanyaku pada Maureen. Dia meletakkan kaus kaki yang sedang ditambalnya, lalu menatapku dengan pandangan kosong seperti habis melihat hantu. Ini aneh. Biasanya Maureen selalu heboh dan penuh semangat, tidak seperti ini.

“Ada apa? Wah, wajahmu memucat.. Kau tidak sakit kan?” aku bertanya lagi. Maureen hanya menggeleng.

“Kau tidak akan percaya, Lotta,” kata Maureen. Suaranya aneh – dia seperti bicara dengan geraham terkatup rapat. “Nyenye tidak memilih satupun dari antara lima kandidat kita! Dia memilih orang lain!”

“Memilih orang lain?” tanyaku heran. “Bagaimana bisa? Kau sudah benar-benar berusaha, kan?”

“Sudah,” katanya. Setelah itu Maureen mulai bercerita. “Pada mulanya aku hanya bilang bahwa dia sudah terlalu lama single, dan karenanya harus cepat-cepat punya pacar. Nah, Nyenye sudah mengiyakannya. Aku bilang padanya bahwa aku kenal beberapa anak perempuan yang mungkin cocok dengan seleranya, lalu kutunjukkan foto-foto mereka sambil menjelaskan ciri-ciri masing-masing kandidat. Bahkan aku sudah menunjukkan rundown pertemuan dengan masing-masing kandidat yang kubuatkan untuknya. Tapi Nyenye malah berkata bahwa sebenarnya dia sudah suka pada salah seorang anak perempuan dari kelas kita, tapi belum mau bilang karena rasa sukanya masih samar – belum 100%. Selain itu, katanya dia juga takut ditolak.”

Hah? NYENYE SUKA PADA SEORANG ANAK PEREMPUAN DARI KELAS 8-3?? Aku terkejut. “Siapa? Siapa yang disukai Nyenye, Maureen?” tanyaku lagi.

Maureen tampak sedikit ragu. Lalu dia menyebutkan sebuah nama dengan suara yang amat sangat kecil, hampir tak terdengar. Aku tidak tahu harus merespon apa. Rasanya kaget sekali mendengar nama itu, tapi entah kenapa di sisi lain aku tidak heran.

Anak yang ketiban sial disukai oleh Nyenye adalah…

Claire Millan

***

I know, I know. I've tried to be patient for this - but don't take it serious, guys..

I don't know what else to say anyway except GOOD BYE and THANK YOU ^^

May God bless each one of you! ♥

Comments

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More