Nyenye : [Chapter 12 (Pt. 3)] Spending The Time

I thought you already knew what I was saying on the previous post. And yes I think let's go to the point. The writer still the same, Febby. Check it up! ✌️

***
Chapter 12 - Part 3
Spending The Time

*Lindsay Ong’s point of View*

Kami, maksudku Jeanne, Lotta, dan aku, sedang duduk di pinggir Danau Flakes, danau yang sama saat kita sedang ber-selfie-ria empat hari yang lalu. Kami mengistirahatkan diri sejenak setelah seharian menyusun rencana yang diharapkan akan terlaksana malam ini juga. Rumput sekitar danau adalah tempat yang cocok sebagai sandaran punggung kami, sekaligus tempat indah untuk menjalankan rencana hebat itu.

“Menurutmu ini akan berjalan dengan lancar?” tanyaku sambil menikmati indahnya langit senja hari yang terpantul di air depan kami.

“Kuharap, Lindsay,” Jeanne memaksakan senyum dibibirnya, lalu kembali memandang langit.

Tiba-tiba NyeNye datang dengan T-shirt warna abu-abunya dan celana sepanjang lututnya. “Hai semua!” sapanya mengagetkan kami yang baru saja diam dari pembicaraan tentang rencana itu.

“Untuk apa kalian memanggilku ke sini?” tanyanya. Lalu ia ikut duduk di sebelah Lotta dan menyandarkan tubuh di rumput hijau pinggir Danau Flakes.

“Memanggil?” Jeanne terbangun dan langsung memandang aku dan Lotta. Aku pun mengangguk dan tersenyum. “Oh, iya, aku lupa.”

“Adakah itu dalam rencana?” Jeanne membisikiku.

“Tentu, rencanaku.” Ia terbelalak kaget. Bibirnya bergerak tanpa suara dan aku bisa membaca gerakan itu. “Tadi, waktu aku ke kamar sebelum ke sini. Ingat kan?—Saat itu juga, aku terpikirkan untuk mengajak NyeNye ke sini. Kutulis memo dan kutempelkan itu di depan kamarnya.”

“Apa yang kau rencanakan?” Jeanne membalas bisikanku.

“Nye, sudah berapa hari sih, Claire pergi ke Inggris?” tanyaku tiba-tiba. Lotta dan NyeNye memandangku langsung.

“Sudah lama pokoknya. Aku tidak menghitung berapa hari, takut teringat lagi,” katanya menjawab. Kali ini ia tidak menunjukkan kemampuan berpuisinya.

“Kau masih menyukai Claire?”

“Tentu saja. Sampai kapan pun, Claire akan selalu di hatiku yang terdalam.” Ia berdiri di depan kami untuk menunjukkan cintanya yang begitu dalam pada Claire.

“Sampai kapan pun?” Kami bertanya serentak lalu saling berpandangan.

“Memang kenapa?” tanyanya melihat ekspresi kami yang sudah putus asa. Ia pun duduk kembali tepat di batu-batu pinggir danau.

“Hati-hati nanti jatuh.” Jeanne memperingatkan, sekaligus memberiku dan Lotta waktu sebentar untuk merangkai jawaban.

“Tidak-tidak, aku sudah ahli—Kalian belum menjawabku!” Ini waktu yang tepat untuk memancing NyeNye, pikirku.

“Ehm, tidak apa, Nye. Kami hanya tidak mau kamu stress karena kepergian Claire.” Aku menoleh ke Jeanne, dan ia mengangguk.

“Sudah kubilang kan, aku memang sedih, tapi tidak sampai seperti itu. Claire sudah menyuruhku tenang, walau hatiku tak bisa tenang,” ucapnya sedih, terlihat dari raut wajahnya.

Aku menggigit bibir bawahku dan memberi solusi dengan sangat sangat ragu, “Bagaimana jika kami mencarikan kamu pacar? Jadi kamu bisa sedikit melupakan Claire.”

“Aku tahu bahwa banyak gadis mencintaiku, tapi sepertinya susah untuk memilih salah satu dari sekian ribu wanita.”

“Astaga naga, hanya satu kok ceweknya!” Lotta menggeram. Aku dan Jeanne menatap Lotta. NyeNye terlihat sangat bingung, ia tak menyangka kami semua serius mencarikan pacar untuknya.

“Tenang Nye—,” ucapku menenangkan cowok super pede itu. “—intinya, kamu mau tidak, bila ada cewek yang mendekatimu?” Kami semua memerhatikan wajah NyeNye yang sedang berpikir itu, sambil mengharapkan jawaban “ya” darinya.

“Boleh dicoba,” jawabnya santai. “Siapa sih, jadi penasaran.”

“YESS!!”

“Pokoknya tunggu kami di sini nanti malam!” ucap Lotta kesenangan.

Kami semua berdiri. “Jangan lupa!” Jeanne memeringatkan lagi.

NyeNye pun meregangkan tubuhnya, siap untuk berdiri. “E—e—eh!” BYURR… NyeNye terjatuh ke dalam danau seketika. “Nye!” teriak kami yang juga terkena air cipratan.

***

Kami sudah selesai mendandani Teresa di kamar kami. Ia terlihat sangat cantik dengan rambut berombaknya yang dipita oleh Lotta. Becky sudah memodifikasi gaun Teresa yang hampir tak pernah dipakai. Gaun putih dengan model kuno itu sudah berubah menjadimini-dress cantik karya designer kami, Becky Shue. Ditambah beberapa manik-manik dan berlian palsu yang dijahit oleh Munaroh Encunwati. Tugasku adalah merias wajah Teresa agar semakin menarik di hadapan NyeNye nanti. Kuberikan dia eye-shadowwarna putih sedikit dan kuoleskan lipstick bening untuk melembabkan bibirnya. Tak lupa, wajahnya aku taburi gliter lembut khusus wajah yang akan membuatnya tampak bersinar di bawah rembulan nanti. Sedangkan Jeanne dan Maureen menata tempat yang sudah kami pilih agar keluar aura romantic-nya. Namun sepertinya Maureen hanya memotret buatan Jeanne itu. Buktinya, ia sekarang sudah kembali dan mengambil foto kesibukan kami di dalam kamar.

“Selesai sudah, Teresa!” Ia berdiri dan memakai flat shoes milik Becky. Dan tak lama kemudian sinar blitz menyilaukan dari kamera Maureen menyala. Lalu semua penghuni kamar itu saling ber-selfie-ria, tidak untukku. Aku menengok Danau Flakes dari jendela kamar. Jeanne masih menata makanan di sana.

“Sudah, ayo turun, sudah hampir pukul 08.00.” Semua langsung turun ke bawah, begitu pun aku.

“Teresa, nanti kamu jangan langsung nembak NyeNye. Kalian harus saling mengenal dulu,” ucapku segera. Aku takut bila Teresa langsung menyatakan cinta, NyeNye akan menolaknya. Lagipula, aku juga tak yakin NyeNye mencintai Teresa, karena hati NyeNye hanya untuk Claire.

Teresa tersenyum saja.

Setelah sampai di dekat Danau Flakes, Teresa duduk di kursi yang telah disediakan oleh Jeanne. Kami pun segera bersembunyi di semak-semak yang tak jauh dari situ.

Tak lama setelah kami menyembunyikan diri, NyeNye datang dengan gaya pakaian yang sangat berbeda dengan Teresa. Ia hanya memakai kaos putih dan celana santai. Sangat tak cocok untuk acara seromantis ini.

“Aduh, aku lupa memberi tahu agar dia pakai kemeja berlengan pendek!” Lotta menepuk keningnya.

“Sudahlah, yang penting NyeNye tahu yang kau maksud adalah Teresa.” Jeanne menepuk-nepuk bahu Lotta dengan lembut.

NyeNye datang mendekati kursi dan meja makan itu. Ia menengok ke kiri, tepatnya ke semak-semak di mana kami bersembunyi. Ia tahu bahwa kami di sana. Lotta segera memberi tanda agar ia duduk di depan Teresa. Untung saja NyeNye mau diperintah Lotta.

Karena jarak kami dengan mereka yang cukup jauh, kami tidak bisa mendengar percakapan mereka yang terlihat sangat asyik itu. Kami hanya memandang mereka yang dikelilingi beberapa lilin bundar karya Jeanne.

Setelah lama duduk di kursi putih dan makan pasta bersama, akhirnya NyeNye kembali ke kamarnya. Kami pun menghampiri Teresa yang duduk sendirian. Ia hanya diam di sana. Tak sepatah kata pun keluar. Ekspresinya pun datar saja.

Encun mengomel, “Haduh, akhirnya NyeNye pulang, sudah ingin sekali aku berdiri.”

“Stt.. Liat Teresa!—Kenapa dia?” Kami mendekati Teresa dan mengelus-elus bahunya agar dia tenang. Setelah lama menebak-nebak apa yang terjadi, Teresa pun membuka mulut.

Oh my God!” ucapnya dengan raut wajah tanpa ekspresi. Kami saling menatap. Itu bisa saja bernada senang mau pun sedih. Jantung kami berdebar ingin tahu segera.

“Terima kasih sekali telah menyiapkan ini semua, teman.” Teresa berdiri dan kami pun melangkah mundur untuk memberinya jalan. Ia berjalan perlahan-lahan menjauhi kami.

“Apakah menurutmu dia menembak NyeNye?” tanya Becky yang ternyata memerhatikan peringatanku tadi. Aku menatapnya.

“Dan NyeNye menolak Teresa,” Lotta melanjutkan perkataan Becky. Aku memutar kepalaku ke kiri. Lotta menunjukkan raut sedihnya.

“Teresa!” panggilku sambil berjalan mendekatinya. Ia berhenti berjalan. Aku memegang bahunya pelan. “Apa yang terjadi?”

Ia menggeleng pelan. Lalu perlahan, ia mendongak. Aku membayangkan matanya sembab karena menangis. Dan ternyata…

Ternyata benar. Dia menangis.

Aku menoleh ke arah teman-temanku yang diam membeku penasaran. Bibirku bergerak mengucapkan kata “menangis” tanpa suara. Mereka pun berdatangan segera.

“Terima kasih semuanya,” ucapnya sekali lagi.

***

See ya on the very last part before epilogue. Hope you guys like it!!💕

Comments

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More