Nyenye : [Chapter 12 (Pt. 4)] Spending The Time

Hellooooo. Yes, as I said before this was the last chapter and part before the epilogue. And the epilogue, we're gonna work it as soon as we can. I just wish you guys like this chaptered story as the way I like to write it. And it seems like my first collaboration with my friends, and really we like to write. 

Thanks for all the amazing readers who always wait for another chapter and always give us feedback. The negative and positive, we hope we can fix it asap. We love you guys!!💞💞

Okay, still this was made by Febby. Enjoy!!

***

Chapter 12 - Part 4
Spending The Time

*Lindsay Ong’s point of View* 

Kami memeluknya dengan erat. Air mata Encun pun menetes sedikit. Ia tak tahan menyaksikan temannya menangis sendirian. Pelukan kami membuat Teresa semakin mengucurkan air mata. Ia tersedu-sedu.

“Ini adalah malam terindah bagiku,” ucapnya di sela tangisannya.

Encun berhenti menangis.

“Maksud kamu?” tanya Becky bingung. Kami pun juga bingung dengan perkataan Teresa baru saja. Namun Teresa hanya diam. Dia sibuk menghapus air matanya dan mencoba menenangkan dirinya sendiri.

Maureen membisiki Becky. “Mungkin maksudnya ini malam terindah karena dia bisadinner dengan NyeNye.”

“Walau ditolak cintanya,” Lotta melanjutkan bisikan Maureen tadi.

“Benar-benar indah, teman—Sampai-sampai air mata bahagia ini tak bisa kubendung lagi.” Ia pun mengusap air matanya yang terakhir.

“Astaga, kukira kau menangis sedih, Teresa!” teriak Encun tiba-tiba. Ia melepaskan pelukannya yang paling erat di antara pelukan kami semua. Satu per satu dari kami pun mengikuti Encun.

“Pintar sekali kamu berbohong.” Jeanne menanggapi dengan lembutnya.

“Maksud kalian apa?” tanya Teresa yang akhirnya berekspresi.

“Dari tadi raut wajahmu datar dan kamu diam saja, seperti sedang sedih,” ujar Lotta segera.

Aku menambahi, “Apalagi tangisanmu yang tersedu-sedu itu.”

“Aktingmu seperti aktris saja! Sudah, jadilah aktris, nanti aku yang jadi designer pribadimu.” Becky tersenyum lebar.

“Maafkan aku, teman. Otot-ototku terasa kaku semua. Aku tidak bisa berekspresi sedikit pun.”

“Huh, kau ini membuat jantungku hampir berhenti,” ucap Maureen mengikuti gaya NyeNye yang puitis itu. “Sudahlah,” katanya lagi. Lalu ia memasukkan tangannya ke dalam kantong bajunya dan mengeluarkan kameranya. “Selfie dulu!”

Kami pun berfoto-foto sepanjang perjalanan, mengungkapkan kelegaan di hati kami semua. Rencana dadakan ini berhasil! Walaupun sebenarnya ada satu yang mengganjal di hatiku. Tidak ada yang berani bertanya apakah Teresa menembak NyeNye atau belum. Yang kami tahu, NyeNye dan Teresa selalu bersama keesokan harinya. Kadang terlihat berdua saja, seperti Gareth dan Jeanne, tapi kadang bergabung dengan kami semua. Apapun status mereka sekarang, yang terpenting adalah kebahagiaan di antara mereka berdua. NyeNye sama sekali tidak terlihat galau akibat ditinggal Claire. Dan Teresa juga tidak galau karena cowok yang ia kagumi dari dulu sudah berada di sisinya sekarang. Sayang, mereka hanya diberi waktu satu hari untuk menikmati kebersamaan itu. Kadang kami, para cewek kelas 9-3, menyesal semua itu berlangsung dua hari sebelum perpisahan. Tapi Claire selalu berkata, “Jodoh akan bertemu. Mereka akan dipersatukan kembali dengan waktu yang jauh lebih lama apabila mereka berjodoh.” Itulah salah satu kalimat yang diucapkannya saat kami memberitahu semua rencana gila itu.

***

Hari perpisahan telah datang. Kami, siswa International Boarding School kelas 9, telah berkumpul di aula sekolah untuk menerima ucapan perpisahan yang terakhir dari para guru. Beberapa orang tua sudah menunggu di luar ruang aula. Oleh sebab itu, acara terakhir di IAB ini hanya berlangsung sebentar. Pihak sekolah tidak membiarkan para orang tua menunggu terlalu lama. Mereka memulangkan siswanya 15 menit kemudian.

Maureen dan Lotta sudah dijemput. Begitu juga Jeanne dan Gareth yang dijemput bersamaan, karena rumah mereka bersebelahan sekarang. Kabar baru itu membuat Jeanne dan Gareth semakin senang. Tentu saja. Mereka bisa bertemu kapan pun. Tinggal mengetuk pintu saja, sudah bertemu. Tidak perlu kirim sms atau pun bertelepon. Memang jodoh mereka itu.

Sekarang tinggal Encun dan Becky, dua teman sekelasku perempuan, yang menemaniku di bawah pohon mangga dekat gerbang sekolah. Encun menyandarkan kepalanya ke bahuku dari tadi. Ia menangis tersedu-sedu dari tadi.

“Sudahlah, nanti kan kita masih bisa berkumpul lagi,” ucapku menenangkan Encun.

“Tapi kan saat itu kita sudah besar. Pasti pada sibuk dengan kerjaan.” Encun semakin keras menangis.

“Itu! Kau dijemput, Cun!” Becky menunjukkan telunjuknya ke arah pintu gerbang.

“Simbah!” teriak Encun tiba-tiba. Ia berlari cepat bersama dua tas di tangannya lalu memeluk simbahnya dengan erat. Dan dengan mudahnya ia melupakan tangisnya tadi. Ia melambaikan tangannya ke arah kami.

Tak lama dari itu, aku dijemput dengan mobil ayah yang tidak kukenal. Tentu saja, sudah lama aku tidak pulang ke negara asalku, pasti mobil butut yang dulu sudah dihancurkan. Aku mengangkat tasku dan menarik koperku. Kubalikkan badanku untuk melihat wajah teman-teman sekelasku yang tersisa, Becky, Loiz, NyeNye, dan Pierre. Dan kuucapkan kata terakhir untuk mereka, “Selamat berjumpa kembali!” diikuti senyuman dari bibirku. Aku pun melangkah pergi.

***

MASSIVE THANK YOU for youuuuuu!!!!!💋💋

Comments

Popular posts from this blog

A Thing About Yogyakarta, 2024

Elixir: [Track 6] Used to Me

Elixir : [Track 5] Yesterday Once More