First We Met : That Smile
Aku duduk untuk menunggu siang itu, memang sudah terlalu panas.
Kapan aku di jemput? pikirku. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada tanda-tanda bahwa jemputanku akan lekas menjemputku.
Sekolah itu telah sepi, dan buruknya lagi aku tak mengenal seorangpun di tempat ini.
Aku berulang-ulang melihat ke arah jam tanganku untuk memastikan bahwa ini belum terlalu sore. Oh iya, jamku mati, baterainya habis. Aku lalu membuka handphoneku, baru ingat, baterainya habis juga. Huh..
Karena tak ada kerjaan, pada akhirnya aku hanya melihat bangunan-bangunan sekolah ini.
Sekolah ini memang begitu asing bagiku, tentu saja, belum saatnya aku masuk sekolah setingkat SMA.
Bangunannya kuno, tak sebersih sekolah yang kuhuni sekarang sih, tapi cukup nyaman juga.
Mungkin satu tahun lagi, aku akan bersekolah di tempat ini pikirku.
Aku melihat dari arah panggung pentas seni yang sempat heboh tadi, yap, aku juga sempat jadi bagian dari itu - aku pengisi acaranya.
Masih banyak kakak-kakak panitia dan orang-orang lain yang menikmati jalannya acara. Sedangkan giliranku? Sudah selesai sejak 3 jam yang lalu, parahnya aku belum juga dijemput.
Aku sudah gerah sekali, tatanan rambutku mungkin sudah acak-acakan. Untungnya, aku tak terlalu memperhatikan tatanan rambutku kalau sudah lelah begini. Jadi, bukanlah masalah besar bagiku.
Kakak-kakak panitia yang sedari tadi sibuk tiba-tiba saja berjalan keluar. Ke arah pintu gerbang - dekat aku sedang duduk sekarang.
Blazer biru tua yang keren itu nampak di copot oleh beberapa kakak-kakak itu, padahal, blazer itu begitu keren menurutku. Kalau boleh, aku ingin sekali memiliki satu.
Mereka berjalan keluar dan keluar dan semakin dekat ke arah pintu gerbang. Jumlahnya mungkin 3 orang, dan salah satunya, tidak terlalu asing lagi.
Eh, siapa ya dia? Oh iya, itu kan kamu. Hampir saja aku lupa.
Tiba-tiba saja jantungku berdegup lebih kencang, aku berusaha mengalihkan pandanganku dari mereka. Aku benar-benar tak siap jika pertemuan aneh dan absurd itu akan terjadi, maksudku pandangan mata kita akan bertemu yang tiba-tiba saja terjadi, disertai dengan senyum kecil yang begitu manis itu, bisa membuatku salah tingkah.
Ah, aku bahkan tak mengenalmu. Lalu mengapa aku harus gugup, ya, kan? Anggap saja tak pernah bertemu.
Aku masih berusaha memalingkan wajahku ke arah satu objek yang tak begitu jelas, sebenarnya tak ada objek yang ingin kulihat. Aku hanya ingin memalingkan wajahku dan pura-pura tidak mengenalmu, begitu.
Ah, aku hanya ge-er saja. Buktinya mereka berjalan biasa saja tanpa memperhatikanku - kelihatannya sih begitu. Aku sedikit lega dan berusaha untuk kembali normal - tidak memandangi objek yang tak jelas kembali.
Aku melihat ke arah depan dan...
"Hai!"
Jantungku serasa copot. Sosokmu seperti hantu saat itu.
Iya, itu kamu, tapi bukannya tadi kamu berjalan ke arah pintu gerbang sekolah itu dan.. kenapa sekarang tiba-tiba kau ada di depanku?
"Eh.. Hhaii.." kataku pelan. Pandangan kita bertemu lagi. Kamu tersenyum lagi. Sudah terlambat bagiku untuk mengalihkan pandangan ke objek yang tak jelas. Yep, it's an awkward moment!
"Belum dijemput?" Baru kali ini aku mendengar secara jelas bahwa kau berbicara kepadaku. Iya, kamu. Sosok yang kayaknya lebih tua dari aku, yang kutemui di suatu studio hari itu, yang memberikan senyuman saat bermain gitar di sebuah panggung kecil saat itu, sekarang ada di depanku, berbicara depanku.
"Oh, belum.." jawabku singkat. Aku gugup, hanya itu yang bisa kukatakan saat aku gugup.
"Nggak nunggu sambil nonton acaranya di dalem aja? Daripada di luar nggak ada yang nemenin-" katamu panjang lebar. Aku sebenarnya masih setengah tak percaya kalau itu kamu.
"Enggak, kok. Di suruh tunggu di luar," jawabku singkat lagi. Lalu, kamu tersenyum. Senyum itu jauh terlihat lebih manis kalau dari dekat.
"Oh, begitu. Ya sudah, aku tinggal ke dalem dulu, ya?" tanyanya ramah sekali.
Apa sebenarnya kau sudah mengenalku?
Apa kau lupa kalau sudah memberikan tatapan dan senyuman kecil yang begitu manis itu?
Entahlah..
"Eh iya.." jawabku lagi. Pipiku merah merona. Kau memberikan senyuman kecil itu lagi, lalu berjalan mengikuti teman temanmu yang sudah berjalan dari pintu gerbang ke dalam sekolah itu lebih dulu.
Aku tersenyum kecil.
Sebenarnya, siapa sih kamu ini?
***
Hari itu, aku harus mengunjungi studio kecil dekat rumahku itu. Di sana aku biasanya melihat-lihat album-album baru dan peralatan musik. Aku juga les di tempat itu seminggu sekali, jadi bisa dikatakan aku sering datang ke studio itu.
Hari itu, aku tidak ada les. Aku hanya ingin melihat album-album baru. Kebetulan, temanku juga mengajak kerja kelompok sehabis dia les disini. Jadi, sekalian menunggu temanku, aku juga dapat melihat album-album baru yang keluar.
Sepertinya, album-album baru di studio ini masih sama seperti terakhir kali aku mengunjunginya. Aku tak tertarik dengan satupun album yang ada di studio tersebut. Aku mencari ke list album-album daftar musisi yang aku suka. Joe Brooks, Missy Higgins, James Morrison, sepertinya tidak ada album atau lagu baru dari mereka. Aku balik melihat-lihat album-album yang terpampang di studio itu.
Banyak sekali koleksi albumnya. Yang terbaru adalah Louder oleh Lea Michele, selain itu ada juga Unconditionally nya Katy Perry. Album-album ini sudah terkenal dan sepertinya begitu laris di pasaran. Aku ingin mencari sesuatu yang baru, ingin mencari lagu-lagu dari penyanyi-penyanyi yang kurang terkenal. Aku melihat ke baris "The Other Albums". Di sana ada banyak album terpampang, dari yang baru sampai yang lama. Aku melihat dengan serius ke arah barisan-barisan CD itu.
"Hai!" kata orang yang tiba-tiba muncul di seberangku. Oh, ternyata orang itu adalah kau. Entah kenapa, tiba-tiba kau ada di balik rak album yang sedang kulihat-lihat ini.
Aku gugup, aku tidak mengerti kau siapa.
Mengapa selama ini kau selalu mengikutiku?
Apa jangan-jangan kau punya indikat buruk terhadapku?
Tapi mana mungkin dilakukan oleh seorang laki-laki yang tampan, yang suka memberikan senyuman kecil yang manis itu? Kalau kata novel-novel dan film-film sih bisa saja hal itu terjadi, namun, ada sesuatu yang aneh saja, yang belum ku ketahui, ehm.. mungkin sebenarnya kita sudah saling kenal? Entahlah..
"Oh, hai!"jawabku kemudian, gugup.
"Kok disini?" pertanyaanmu terdengar begitu aneh. Bukannya pertama kali kita bertemu dan kau memberikan tatapan dan senyuman itu di tempat ini ya?
Oh, iya. Untuk apa lah aku diingat-ingat. Tak mungkin senyuman itu diberikan hanya untuk satu orang. Lagipula, kau pasti juga banyak peminat - yang lebih baik dari pada aku.
"Um.. ya.. tentu saja!" jawabku bingung.
"Lama nggak ketemu, lho.." katamu singkat. Hah? Maksudnya? Lama tak bertemu? Berarti kau tahu dan ingat siapa aku. Tahu pertama kali kita bertemu. Dan mungkin merindukan aku. Oke, yang terakhir mungkin terlalu ge-er.
"Hahaha.. iyaa.." jawabku garing, aku tak punya pendapat lain untuk dibicarakan.
"Kok gugup gitu? Santai aja kali.." katamu seperti sudah akrab denganku. Sosokmu yang begitu misterius itu malah berlagak sudah pernah mengenalku. Kalau bisa mengingat-ingat, aku harap aku mengerti siapa kamu bagiku itu. Kan jadi enggak nyaman...
"Hehe, emang harus gimana?" tanyaku bingung. Aku hanya tersenyum kecil. Melihatku tersenyum, kau membalas senyumanku. Pandangan mata kami bertemu lagi. Hal ini terjadi lagi.
Oh, Tuhan. Seandainya ada yang mau memberitahuku siapa kau yang sebenarnya, semuanya pasti akan berjalan baik-baik saja tanpa dipenuhi rasa penasaran yang berlebihan seperti ini.
"Jangan-jangan lupa lagi sama aku?" tanyamu lucu saat itu. Saat itu, sepertinya kau baru saja pulang sekolah. Kau memakai seragam yang sama saat aku tampil ke sekolahmu saat itu, lengkap dengan blazer biru tua yang kutaksir itu.
"Huh?" aku benar-benar bingung. Ini semua membuatku benar-benar yakin kalau kamu sudah mengenalku sebelumnya. Dasar pelupa, mana bisa aku melupakan orang yang seperti ini? - kalian tentu mengerti maksudku, "oh iya kamu dulu yang ada di SMA itu, kan?" lanjutku berbekal ketidaktahuan yang begitu mendalam, masih saja tidak mengerti siapa kamu yang sebenarnya.
Kau tertawa kecil, "Iya.." jawabmu singkat. Kamu memandangku lagi, jauh lebih dalam. Saat itu aku mencoba untuk menyibukkan diri dengan melihat-lihat album baru.
"Bukannya kau itu Allen?" tanyamu canggung, memastikan bahwa aku adalah sosok yang sudah dia kenal sebelumnya.
Aku melongo, mengganti pandanganku ke arahmu dengan muka yang penuh penasaran, "Iya..." jawabku gugup.
Kau tersenyum puas, mungkin karena sudah tahu bahwa aku benar-benar sosok yang kau maksud dari tadi. Senyuman itu begitu manis, sama seperti pertama kali aku melihatnya.
"Aku duluan ya, ada les.." lanjutmu memecah keheningan.
"Baiklah," ujarku. Kau memberikan senyuman itu lagi.
Senyuman itu, kau sudah mengenalku.
Apakah ini semuanya benar terjadi?
Aku baru menyadari sesuatu. Aku bahkan tidak bertanya siapa namamu dan apakah kau sudah mengenalku.
Seandainya waktu bisa diputar lagi.. aku akan menanyakan itu.
Ya kamu, sosok misterius itu.
Senyuman kecilmu itu, apa benar kau sudah mengenalku?
TO BE CONTINUED
Kapan aku di jemput? pikirku. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada tanda-tanda bahwa jemputanku akan lekas menjemputku.
Sekolah itu telah sepi, dan buruknya lagi aku tak mengenal seorangpun di tempat ini.
Aku berulang-ulang melihat ke arah jam tanganku untuk memastikan bahwa ini belum terlalu sore. Oh iya, jamku mati, baterainya habis. Aku lalu membuka handphoneku, baru ingat, baterainya habis juga. Huh..
Karena tak ada kerjaan, pada akhirnya aku hanya melihat bangunan-bangunan sekolah ini.
Sekolah ini memang begitu asing bagiku, tentu saja, belum saatnya aku masuk sekolah setingkat SMA.
Bangunannya kuno, tak sebersih sekolah yang kuhuni sekarang sih, tapi cukup nyaman juga.
Mungkin satu tahun lagi, aku akan bersekolah di tempat ini pikirku.
Aku melihat dari arah panggung pentas seni yang sempat heboh tadi, yap, aku juga sempat jadi bagian dari itu - aku pengisi acaranya.
Masih banyak kakak-kakak panitia dan orang-orang lain yang menikmati jalannya acara. Sedangkan giliranku? Sudah selesai sejak 3 jam yang lalu, parahnya aku belum juga dijemput.
Aku sudah gerah sekali, tatanan rambutku mungkin sudah acak-acakan. Untungnya, aku tak terlalu memperhatikan tatanan rambutku kalau sudah lelah begini. Jadi, bukanlah masalah besar bagiku.
Kakak-kakak panitia yang sedari tadi sibuk tiba-tiba saja berjalan keluar. Ke arah pintu gerbang - dekat aku sedang duduk sekarang.
Blazer biru tua yang keren itu nampak di copot oleh beberapa kakak-kakak itu, padahal, blazer itu begitu keren menurutku. Kalau boleh, aku ingin sekali memiliki satu.
Mereka berjalan keluar dan keluar dan semakin dekat ke arah pintu gerbang. Jumlahnya mungkin 3 orang, dan salah satunya, tidak terlalu asing lagi.
Eh, siapa ya dia? Oh iya, itu kan kamu. Hampir saja aku lupa.
Tiba-tiba saja jantungku berdegup lebih kencang, aku berusaha mengalihkan pandanganku dari mereka. Aku benar-benar tak siap jika pertemuan aneh dan absurd itu akan terjadi, maksudku pandangan mata kita akan bertemu yang tiba-tiba saja terjadi, disertai dengan senyum kecil yang begitu manis itu, bisa membuatku salah tingkah.
Ah, aku bahkan tak mengenalmu. Lalu mengapa aku harus gugup, ya, kan? Anggap saja tak pernah bertemu.
Aku masih berusaha memalingkan wajahku ke arah satu objek yang tak begitu jelas, sebenarnya tak ada objek yang ingin kulihat. Aku hanya ingin memalingkan wajahku dan pura-pura tidak mengenalmu, begitu.
Ah, aku hanya ge-er saja. Buktinya mereka berjalan biasa saja tanpa memperhatikanku - kelihatannya sih begitu. Aku sedikit lega dan berusaha untuk kembali normal - tidak memandangi objek yang tak jelas kembali.
Aku melihat ke arah depan dan...
"Hai!"
Jantungku serasa copot. Sosokmu seperti hantu saat itu.
Iya, itu kamu, tapi bukannya tadi kamu berjalan ke arah pintu gerbang sekolah itu dan.. kenapa sekarang tiba-tiba kau ada di depanku?
"Eh.. Hhaii.." kataku pelan. Pandangan kita bertemu lagi. Kamu tersenyum lagi. Sudah terlambat bagiku untuk mengalihkan pandangan ke objek yang tak jelas. Yep, it's an awkward moment!
"Belum dijemput?" Baru kali ini aku mendengar secara jelas bahwa kau berbicara kepadaku. Iya, kamu. Sosok yang kayaknya lebih tua dari aku, yang kutemui di suatu studio hari itu, yang memberikan senyuman saat bermain gitar di sebuah panggung kecil saat itu, sekarang ada di depanku, berbicara depanku.
"Oh, belum.." jawabku singkat. Aku gugup, hanya itu yang bisa kukatakan saat aku gugup.
"Nggak nunggu sambil nonton acaranya di dalem aja? Daripada di luar nggak ada yang nemenin-" katamu panjang lebar. Aku sebenarnya masih setengah tak percaya kalau itu kamu.
"Enggak, kok. Di suruh tunggu di luar," jawabku singkat lagi. Lalu, kamu tersenyum. Senyum itu jauh terlihat lebih manis kalau dari dekat.
"Oh, begitu. Ya sudah, aku tinggal ke dalem dulu, ya?" tanyanya ramah sekali.
Apa sebenarnya kau sudah mengenalku?
Apa kau lupa kalau sudah memberikan tatapan dan senyuman kecil yang begitu manis itu?
Entahlah..
"Eh iya.." jawabku lagi. Pipiku merah merona. Kau memberikan senyuman kecil itu lagi, lalu berjalan mengikuti teman temanmu yang sudah berjalan dari pintu gerbang ke dalam sekolah itu lebih dulu.
Aku tersenyum kecil.
Sebenarnya, siapa sih kamu ini?
***
Hari itu, aku harus mengunjungi studio kecil dekat rumahku itu. Di sana aku biasanya melihat-lihat album-album baru dan peralatan musik. Aku juga les di tempat itu seminggu sekali, jadi bisa dikatakan aku sering datang ke studio itu.
Hari itu, aku tidak ada les. Aku hanya ingin melihat album-album baru. Kebetulan, temanku juga mengajak kerja kelompok sehabis dia les disini. Jadi, sekalian menunggu temanku, aku juga dapat melihat album-album baru yang keluar.
Sepertinya, album-album baru di studio ini masih sama seperti terakhir kali aku mengunjunginya. Aku tak tertarik dengan satupun album yang ada di studio tersebut. Aku mencari ke list album-album daftar musisi yang aku suka. Joe Brooks, Missy Higgins, James Morrison, sepertinya tidak ada album atau lagu baru dari mereka. Aku balik melihat-lihat album-album yang terpampang di studio itu.
Banyak sekali koleksi albumnya. Yang terbaru adalah Louder oleh Lea Michele, selain itu ada juga Unconditionally nya Katy Perry. Album-album ini sudah terkenal dan sepertinya begitu laris di pasaran. Aku ingin mencari sesuatu yang baru, ingin mencari lagu-lagu dari penyanyi-penyanyi yang kurang terkenal. Aku melihat ke baris "The Other Albums". Di sana ada banyak album terpampang, dari yang baru sampai yang lama. Aku melihat dengan serius ke arah barisan-barisan CD itu.
"Hai!" kata orang yang tiba-tiba muncul di seberangku. Oh, ternyata orang itu adalah kau. Entah kenapa, tiba-tiba kau ada di balik rak album yang sedang kulihat-lihat ini.
Aku gugup, aku tidak mengerti kau siapa.
Mengapa selama ini kau selalu mengikutiku?
Apa jangan-jangan kau punya indikat buruk terhadapku?
Tapi mana mungkin dilakukan oleh seorang laki-laki yang tampan, yang suka memberikan senyuman kecil yang manis itu? Kalau kata novel-novel dan film-film sih bisa saja hal itu terjadi, namun, ada sesuatu yang aneh saja, yang belum ku ketahui, ehm.. mungkin sebenarnya kita sudah saling kenal? Entahlah..
"Oh, hai!"jawabku kemudian, gugup.
"Kok disini?" pertanyaanmu terdengar begitu aneh. Bukannya pertama kali kita bertemu dan kau memberikan tatapan dan senyuman itu di tempat ini ya?
Oh, iya. Untuk apa lah aku diingat-ingat. Tak mungkin senyuman itu diberikan hanya untuk satu orang. Lagipula, kau pasti juga banyak peminat - yang lebih baik dari pada aku.
"Um.. ya.. tentu saja!" jawabku bingung.
"Lama nggak ketemu, lho.." katamu singkat. Hah? Maksudnya? Lama tak bertemu? Berarti kau tahu dan ingat siapa aku. Tahu pertama kali kita bertemu. Dan mungkin merindukan aku. Oke, yang terakhir mungkin terlalu ge-er.
"Hahaha.. iyaa.." jawabku garing, aku tak punya pendapat lain untuk dibicarakan.
"Kok gugup gitu? Santai aja kali.." katamu seperti sudah akrab denganku. Sosokmu yang begitu misterius itu malah berlagak sudah pernah mengenalku. Kalau bisa mengingat-ingat, aku harap aku mengerti siapa kamu bagiku itu. Kan jadi enggak nyaman...
"Hehe, emang harus gimana?" tanyaku bingung. Aku hanya tersenyum kecil. Melihatku tersenyum, kau membalas senyumanku. Pandangan mata kami bertemu lagi. Hal ini terjadi lagi.
Oh, Tuhan. Seandainya ada yang mau memberitahuku siapa kau yang sebenarnya, semuanya pasti akan berjalan baik-baik saja tanpa dipenuhi rasa penasaran yang berlebihan seperti ini.
"Jangan-jangan lupa lagi sama aku?" tanyamu lucu saat itu. Saat itu, sepertinya kau baru saja pulang sekolah. Kau memakai seragam yang sama saat aku tampil ke sekolahmu saat itu, lengkap dengan blazer biru tua yang kutaksir itu.
"Huh?" aku benar-benar bingung. Ini semua membuatku benar-benar yakin kalau kamu sudah mengenalku sebelumnya. Dasar pelupa, mana bisa aku melupakan orang yang seperti ini? - kalian tentu mengerti maksudku, "oh iya kamu dulu yang ada di SMA itu, kan?" lanjutku berbekal ketidaktahuan yang begitu mendalam, masih saja tidak mengerti siapa kamu yang sebenarnya.
Kau tertawa kecil, "Iya.." jawabmu singkat. Kamu memandangku lagi, jauh lebih dalam. Saat itu aku mencoba untuk menyibukkan diri dengan melihat-lihat album baru.
"Bukannya kau itu Allen?" tanyamu canggung, memastikan bahwa aku adalah sosok yang sudah dia kenal sebelumnya.
Aku melongo, mengganti pandanganku ke arahmu dengan muka yang penuh penasaran, "Iya..." jawabku gugup.
Kau tersenyum puas, mungkin karena sudah tahu bahwa aku benar-benar sosok yang kau maksud dari tadi. Senyuman itu begitu manis, sama seperti pertama kali aku melihatnya.
"Aku duluan ya, ada les.." lanjutmu memecah keheningan.
"Baiklah," ujarku. Kau memberikan senyuman itu lagi.
Senyuman itu, kau sudah mengenalku.
Apakah ini semuanya benar terjadi?
Aku baru menyadari sesuatu. Aku bahkan tidak bertanya siapa namamu dan apakah kau sudah mengenalku.
Seandainya waktu bisa diputar lagi.. aku akan menanyakan itu.
Ya kamu, sosok misterius itu.
Senyuman kecilmu itu, apa benar kau sudah mengenalku?
TO BE CONTINUED
Comments
Post a Comment