Memori Beberapa Tahun Lalu
Siang itu, aku cuma bisa meradang di tepi kelas, hanya berjarak beberapa centi dengan jendela kelas. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan karena pelajaran kosong. Semuanya ribut sendiri, tapi aku benar-benar tidak sedang mood untuk ribut.
***
Tiba-tiba, bayangmu, melewati sisi jendela didekatku. Bagaimana aku tahu? Tentu saja! Aku mengenali suara asingmu yang sudah sekian lama tak pernah menyapaku lagi. Tapi, aku tahu semua tentangmu, walau kita tak pernah bisa seperti dulu lagi.
Aku jadi teringat disaat kita masih saja bisa akrab, betapa senangnya. Aku menikmati saat itu. Aku tahu aku bisa cerewet dalam hal ini, jadi aku tak pernah tega membiarkan orang mendengarkan ceritaku tentangmu yang begitu panjang. Tapi aku suka untuk mengenangnya sendiri, walaupun aku juga benci telah merusaknya pula. Aku juga tidak tahu apa arti dari kode-kode pada balasan setiap pesan singkatku itu. Terkadang kamu masih saja menyenangkan, tapi sering juga kamu hanya membalasnya singkat, dan itu membuatku kesal.
Aku tidak tahu apa yang terjadi satu tahun ini, sudah satu tahun, waktu yang cukup lama. Aku menyadari kita sudah tak pernah bicara lagi selama satu tahun ini. Hubungan kita menjadi canggung sejak saat itu, dan itu benar-benar mengubah hidupku sepenuhnya. Aku benar-benar menyesal bisa merusak hubungan kita yang sudah begitu menyenangkan. Aku sudah menganggapmu sahabat, entah kau menganggapku apa.
Aku tak pernah menyesal pernah mengenalmu. Walaupun itu menjadi batu loncatan bagiku. Aku juga pernah tersandung karenamu, kamu sering membuatku jatuh akhir-akhir ini, walaupun, ya mungkin kamu tidak tahu itu. Tapi aku merasakannya, dan rasanya sakit.
Aku juga mengingat bagaimana aku bisa mengenalmu sebelumnya. Diawali dari pertemanan yang biasa-biasa saja dan tak pernah mengira aku bisa jatuh hati padamu. Aku justru membencimu kala itu. Aku malah malu jika kamu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi saat itu, disaat aku mengikuti kompetisi itu, kamu juga ikut. Disaat aku dipilih untuk mengikuti hal yang lain, kamu juga mengikutinya. Aku benci sekali jika banyak yang mengira kamu suka padaku. Tapi aku tahu itu tak mungkin.
Aku tidak tahu entah apa yang telah membuatku jatuh hati padamu, aku tidak pernah ingin mencintaimu kala itu. Dan aku benar-benar benci dan menerima kenyataan bahwa aku benar-benar sayang padamu, dan ternyata kamu tidak. Kamu telah memberikan banyak memori untuk dikenang. Telah menceritakan banyak hal yang kamu suka, dan kamu juga mencoba untuk mendengarkanku, walaupun aku cerewet.
Kamu tidak tahu, bahwa saat itu, aku mencoba untuk menyukai apa yang kamu suka. Aku mencoba untuk menyukai semua permainan yang kamu suka, walaupun itu tak pernah berhasil. Aku juga mencoba untuk mendengarkan lagu-lagu yang kamu suka, ya, yang ini berhasil. Aku juga senang saat mengetahui bahwa kita punya latar belakang yang sama. Aku mencoba untuk memperdalamnya lagi. Itu semua karenamu, karenamu aku bisa dapat banyak pengetahuan. Karenamu aku bisa berkembang dan menjadi sesukses ini, namun ternyata, karenamu juga aku bisa belajar untuk mencintai orang yang kamu cintai.
Di siang itu, kamu duduk disampingku. Memang begitu jadwalnya, dan kita benci fakta bahwa kita harus duduk disitu. Kamu melamun, dan aku jadi cengir-cengir sendiri melihatmu begitu.
"Kamu, ngapain sih melamun gitu?"
Kamu tak membalasnya, untuk mendengarnya saja mungkin tidak. Aku memukul pundakmu, dan akhirnya kau merespon juga.
"Apaan sih?"
"Kamu sih pake acara melamun segala."
Kamu tampak bahagia sekali, dan bahkan satu kata yang masih kuingat hingga saat ini, dan, ya, mungkin membuatku sedikit tersandung hingga saat ini, tersebut olehmu kala itu:
"Jadi, gini ya rasanya jatuh cinta."
Aku terkaget, namun berusaha untuk tenang. Aku ingin jadi sosok yang benar-benar tak peduli di hadapanmu, padahal..
"Ah, cinta monyet, kali! Kamunya aja yang belum tahu apa itu jatuh cinta yang asli."
"Emang kamu udah pernah?"
Ini lagi, kamu melontarkan pertanyaan yang menjadi kebohongan yang selalu kusesali sampai saat ini.
"Ya, belum sih.."
"Makanya, jangan sok tahu deh. Udah sana, pergi gih, nggangguin orang yang lagi seneng aja!"
Aku selalu ingin tampak tak peduli di hadapanmu, aku pergi begitu saja dari hadapanmu. Padahal ada satu pertanyaan penting yang ingin kutanyakan saat itu, dan masih menjadi misteri hingga sekarang.
"Sebenarnya, siapa sih orang yang kamu suka itu?"
Kamu sekarang mungkin sudah tahu jika aku adalah penggemarmu nomor 1 sampai saat ini. Tapi kamu ternyata juga menggemari orang lain.
Kamu tidak tahu, bahwa aku mencoba untuk tetap menyukainya, walaupun mungkin aku benci dengannya. Tapi aku benar-benar ingin menjadi teman yang terbaik untuknya, supaya kamu tetap bisa menjadi teman dekatku kalaupun nantinya kamu bersamanya.
Satu kenyataan yang tak kamu tahu, aku belajar untuk menyukai semua hal yang kamu suka. Aku tidak tahu persis apakah benar dia orang yang kamu sayangi, aku cuma ingin belajar, belajar bagaimana rasanya berteman dengan orang yang telah merebut kesayanganku.
Aku akhiri dulu ya, tulisan hari ini. Hari ini kelas benar-benar ramai, aku tidak tahu benar mengapa.
Semoga kamu tahu, ya
Aku
***
Aku meletakkan kertas itu di sampul buku serba-serbiku. Tujuannya gampang, supaya tidak ada orang yang bisa membacanya.
Bel istirahat telah berbunyi. Ah! Aku lega sekali, akhirnya, keriuhan ini usai juga.
Tunggu siapa yang baru saja masuk kelasku?
Apa itu kamu?
Aku tak berani menatapmu.
***
Tiba-tiba, bayangmu, melewati sisi jendela didekatku. Bagaimana aku tahu? Tentu saja! Aku mengenali suara asingmu yang sudah sekian lama tak pernah menyapaku lagi. Tapi, aku tahu semua tentangmu, walau kita tak pernah bisa seperti dulu lagi.
Aku jadi teringat disaat kita masih saja bisa akrab, betapa senangnya. Aku menikmati saat itu. Aku tahu aku bisa cerewet dalam hal ini, jadi aku tak pernah tega membiarkan orang mendengarkan ceritaku tentangmu yang begitu panjang. Tapi aku suka untuk mengenangnya sendiri, walaupun aku juga benci telah merusaknya pula. Aku juga tidak tahu apa arti dari kode-kode pada balasan setiap pesan singkatku itu. Terkadang kamu masih saja menyenangkan, tapi sering juga kamu hanya membalasnya singkat, dan itu membuatku kesal.
Aku tidak tahu apa yang terjadi satu tahun ini, sudah satu tahun, waktu yang cukup lama. Aku menyadari kita sudah tak pernah bicara lagi selama satu tahun ini. Hubungan kita menjadi canggung sejak saat itu, dan itu benar-benar mengubah hidupku sepenuhnya. Aku benar-benar menyesal bisa merusak hubungan kita yang sudah begitu menyenangkan. Aku sudah menganggapmu sahabat, entah kau menganggapku apa.
Aku tak pernah menyesal pernah mengenalmu. Walaupun itu menjadi batu loncatan bagiku. Aku juga pernah tersandung karenamu, kamu sering membuatku jatuh akhir-akhir ini, walaupun, ya mungkin kamu tidak tahu itu. Tapi aku merasakannya, dan rasanya sakit.
Aku juga mengingat bagaimana aku bisa mengenalmu sebelumnya. Diawali dari pertemanan yang biasa-biasa saja dan tak pernah mengira aku bisa jatuh hati padamu. Aku justru membencimu kala itu. Aku malah malu jika kamu selalu mengikutiku kemanapun aku pergi saat itu, disaat aku mengikuti kompetisi itu, kamu juga ikut. Disaat aku dipilih untuk mengikuti hal yang lain, kamu juga mengikutinya. Aku benci sekali jika banyak yang mengira kamu suka padaku. Tapi aku tahu itu tak mungkin.
Aku tidak tahu entah apa yang telah membuatku jatuh hati padamu, aku tidak pernah ingin mencintaimu kala itu. Dan aku benar-benar benci dan menerima kenyataan bahwa aku benar-benar sayang padamu, dan ternyata kamu tidak. Kamu telah memberikan banyak memori untuk dikenang. Telah menceritakan banyak hal yang kamu suka, dan kamu juga mencoba untuk mendengarkanku, walaupun aku cerewet.
Kamu tidak tahu, bahwa saat itu, aku mencoba untuk menyukai apa yang kamu suka. Aku mencoba untuk menyukai semua permainan yang kamu suka, walaupun itu tak pernah berhasil. Aku juga mencoba untuk mendengarkan lagu-lagu yang kamu suka, ya, yang ini berhasil. Aku juga senang saat mengetahui bahwa kita punya latar belakang yang sama. Aku mencoba untuk memperdalamnya lagi. Itu semua karenamu, karenamu aku bisa dapat banyak pengetahuan. Karenamu aku bisa berkembang dan menjadi sesukses ini, namun ternyata, karenamu juga aku bisa belajar untuk mencintai orang yang kamu cintai.
Di siang itu, kamu duduk disampingku. Memang begitu jadwalnya, dan kita benci fakta bahwa kita harus duduk disitu. Kamu melamun, dan aku jadi cengir-cengir sendiri melihatmu begitu.
"Kamu, ngapain sih melamun gitu?"
Kamu tak membalasnya, untuk mendengarnya saja mungkin tidak. Aku memukul pundakmu, dan akhirnya kau merespon juga.
"Apaan sih?"
"Kamu sih pake acara melamun segala."
Kamu tampak bahagia sekali, dan bahkan satu kata yang masih kuingat hingga saat ini, dan, ya, mungkin membuatku sedikit tersandung hingga saat ini, tersebut olehmu kala itu:
"Jadi, gini ya rasanya jatuh cinta."
Aku terkaget, namun berusaha untuk tenang. Aku ingin jadi sosok yang benar-benar tak peduli di hadapanmu, padahal..
"Ah, cinta monyet, kali! Kamunya aja yang belum tahu apa itu jatuh cinta yang asli."
"Emang kamu udah pernah?"
Ini lagi, kamu melontarkan pertanyaan yang menjadi kebohongan yang selalu kusesali sampai saat ini.
"Ya, belum sih.."
"Makanya, jangan sok tahu deh. Udah sana, pergi gih, nggangguin orang yang lagi seneng aja!"
Aku selalu ingin tampak tak peduli di hadapanmu, aku pergi begitu saja dari hadapanmu. Padahal ada satu pertanyaan penting yang ingin kutanyakan saat itu, dan masih menjadi misteri hingga sekarang.
"Sebenarnya, siapa sih orang yang kamu suka itu?"
Kamu sekarang mungkin sudah tahu jika aku adalah penggemarmu nomor 1 sampai saat ini. Tapi kamu ternyata juga menggemari orang lain.
Kamu tidak tahu, bahwa aku mencoba untuk tetap menyukainya, walaupun mungkin aku benci dengannya. Tapi aku benar-benar ingin menjadi teman yang terbaik untuknya, supaya kamu tetap bisa menjadi teman dekatku kalaupun nantinya kamu bersamanya.
Satu kenyataan yang tak kamu tahu, aku belajar untuk menyukai semua hal yang kamu suka. Aku tidak tahu persis apakah benar dia orang yang kamu sayangi, aku cuma ingin belajar, belajar bagaimana rasanya berteman dengan orang yang telah merebut kesayanganku.
Aku akhiri dulu ya, tulisan hari ini. Hari ini kelas benar-benar ramai, aku tidak tahu benar mengapa.
Semoga kamu tahu, ya
Aku
***
Aku meletakkan kertas itu di sampul buku serba-serbiku. Tujuannya gampang, supaya tidak ada orang yang bisa membacanya.
Bel istirahat telah berbunyi. Ah! Aku lega sekali, akhirnya, keriuhan ini usai juga.
Tunggu siapa yang baru saja masuk kelasku?
Apa itu kamu?
Aku tak berani menatapmu.
Comments
Post a Comment